Neuralink - Apakah Antarmuka Otak-Komputer Membawa Kita Ke Dalam Utopia Teknologi?

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Nilai Pasar Nvidia, AI Kesayangan, Melonjak Mendekati Apple

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

PREVIEW PERTANDINGAN: MAN CITY V UNITED WOMEN

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Apakah BRICS yang Diperluas Akhirnya Melengserkan Dolar dengan Bantuan Kripto?

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

APAKAH YESUS TUHAN? Mari Kita Cari Tahu!

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Tuesday, 14 October 2014

Ahok: Ini Aku Tuhan, Utuslah Aku

Ini Aku Tuhan Utuslah Aku

Basuki Tjahaja Purnama

Saya lahir di Gantung, desa Laskar Pelangi, di Belitung Timur, di dalam keluarga yang belum percaya kepada Tuhan. Beruntung sekali sejak kecil selalu dibawa ke Sekolah Minggu oleh kakek saya. Meskipun demikian, karena orang tua saya bukan seorang Kristen, ketika beranjak dewasa saya jarang ke gereja.
Saya melanjutkan SMA di Jakarta dan di sana mulai kembali ke gereja karena sekolah itu merupakan sebuah sekolah Kristen. Saat saya sudah menginjak pendidikan di Perguruan Tinggi, mama yang sangat saya kasihi terserang penyakit gondok yang mengharuskan dioperasi. Saat itu saya walaupun sudah mulai pergi ke gereja, tapi masih suka bolos juga. Saya kemudian mengajak mama ke gereja untuk didoakan, dan mujizat terjadi. Mama disembuhkan oleh-Nya! Itu merupakan titik balik kerohanian saya. Tidak lama kemudian mama kembali ke Belitung, adapun saya yang sendiri di Jakarta mulai sering ke gereja mencari kebenaran akan Firman Tuhan.

Suatu hari, saat kami sedang sharing di gereja pada malam Minggu, saya mendengar Firman Tuhan dari seorang penginjil yang sangat luar biasa. Ia mengatakan bahwa Yesus itu kalau bukan Tuhan pasti merupakan orang gila. Mana ada orang yang mau menjalankan sesuatu yang sudah jelas tidak mengenakan bagi dia? Yesus telah membaca nubuatan para nabi yang mengatakan bahwa Ia akan menjadi Raja, tetapi Raja yang mati di antara para penjahat untuk menyelamatkan umat manusia, tetapi Ia masih mau menjalankannya! Itu terdengar seperti suatu hal yang biasa-biasa saja, tetapi bagi saya merupakan sebuah jawaban untuk alasan saya mempercayai Tuhan. Saya selalu berdoa ”Tuhan, saya ingin mempercayai Tuhan, tapi saya ingin sebuah alasan yang masuk akal, cuma sekedar rasa doang saya tidak mau,” dan Tuhan telah memberikan PENCERAHAN kepada saya pada hari itu. Sejak itu saya semakin sering membaca Firman Tuhan dan saya mengalami Tuhan.

Setelah saya menamatkan pendidikan dan mendapat gelar Sarjana Teknik Geologi pada tahun 1989, saya pulang kampung dan menetap di Belitung. Saat itu papa sedang sakit dan saya harus mengelola perusahaannya. Saya takut perusahaan papa bangkrut, dan saya berdoa kepada Tuhan. Firman Tuhan yang pernah saya baca yang dulunya tidak saya mengerti, tiba-tiba menjadi rhema yang menguatkan dan mencerahkan, sehingga saya merasakan sebuah keintiman dengan Tuhan. Sejak itu saya kerajingan membaca Firman Tuhan. Seiring dengan itu, ada satu kerinduan di hati saya untuk menolong orang-orang yang kurang beruntung.

Papa saat masih belum percaya Tuhan pernah mengatakan, ”Kita enggak mampu bantu orang miskin yang begitu banyak. Kalau satu milyar kita bagikan kepada orang akhirnya akan habis juga.” Setelah sering membaca Firman Tuhan, saya mulai mengerti bahwa charity berbeda dengan justice. Charity itu seperti orang Samaria yang baik hati, ia menolong orang yang dianiaya. Sedangkan justice, kita menjamin orang di sepanjang jalan dari Yerusalem ke Yerikho tidak ada lagi yang dirampok dan dianiaya. Hal ini yang memicu saya untuk memasuki dunia politik.

Pada awalnya saya juga merasa takut dan ragu-ragu mengingat saya seorang keturunan yang biasanya hanya berdagang. Tetapi setelah saya terus bergumul dengan Firman Tuhan, hampir semua Firman Tuhan yang saya baca menjadi rhema tentang justice. Termasuk di Yesaya 42 yang mengatakan Mesias membawa keadilan, yang dinyatakan di dalam sila kelima dalam Pancasila. Saya menyadari bahwa panggilan saya adalah justice. Berikutnya Tuhan bertanya, ”Siapa yang mau Ku-utus?” Saya menjawab, ”Tuhan, utuslah aku”.

Di dalam segala kekuatiran dan ketakutan, saya menemukan jawaban Tuhan di Yesaya 41. Di situ jelas sekali dibagi menjadi 4 perikop. Di perikop yang pertama, untuk ayat 1-7, disana dikatakan Tuhan membangkitkan seorang pembebas. Di dalam Alkitab berbahasa Inggris yang saya baca (The Daily Bible - Harvest House Publishers), ayat 1-4 mengatakan ”God’s providential control”, jadi ini semua berada di dalam kuasa pengaturan Tuhan, bukan lagi manusia. Pada ayat 5-10 dikatakan ”Israel specially chosen”, artinya Israel telah dipilih Tuhan secara khusus. Jadi bukan saya yang memilih, tetapi Tuhan yang telah memilih saya. Pada ayat 11-16 dikatakan nothing to fear, saya yang saat itu merasa takut dan gentar begitu dikuatkan dengan ayat ini. Pada ayat 17-20 dikatakan ”needs to be provided”, segala kebutuhan kita akan disediakan oleh-Nya. Perikop yang seringkali hanya dibaca sambil lalu saja, bisa menjadi rhema yang menguatkan untuk saya. Sungguh Allah kita luar biasa.

Di dalam berpolitik, yang paling sulit itu adalah kita berpolitik bukan dengan merusak rakyat, tetapi dengan mengajar mereka. Maka saya tidak pernah membawa makanan, membawa beras atau uang kepada rakyat. Tetapi saya selalu mengajarkan kepada rakyat untuk memilih pemimpin: yang pertama, bersih yang bisa membuktikan hartanya dari mana. Yang kedua, yang berani membuktikan secara transparan semua anggaran yang dia kelola. Dan yang ketiga, ia harus profesional, berarti menjadi pelayan masyarakat yang bisa dihubungi oleh masyarakat dan mau mendengar aspirasi masyarakat. Saya selalu memberi nomor telepon saya kepada masyarakat, bahkan saat saya menjabat sebagai bupati di Belitung. Pernah satu hari sampai ada seribu orang lebih yang menghubungi saya, dan saya menjawab semua pertanyaan mereka satu per satu secara pribadi. Tentu saja ada staf yang membantu saya mengetik dan menjawabnya, tetapi semua jawaban langsung berasal dari saya.

Pada saat saya mencalonkan diri menjadi Bupati di Belitung juga tidak mudah. Karena saya merupakan orang Tionghoa pertama yang mencalonkan diri di sana. Dan saya tidak sedikit menerima ancaman, hinaan bahkan cacian, persis dengan cerita yang ada pada Nehemia 4, saat Nehemia akan membangun tembok di atas puing-puing di tembok Yerusalem.

Hari ini saya ingin melayani Tuhan dengan membangun di Indonesia, supaya 4 pilar yang ada, yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika bukan hanya wacana saja bagi Proklamator bangsa Indonesia, tetapi benar-benar menjadi fondasi untuk membangun rumah Indonesia untuk semua suku, agama dan ras. Hari ini banyak orang terjebak melihat realita dan tidak berani membangun. Hari ini saya sudah berhasil membangun itu di Bangka Belitung. Tetapi apa yang telah saya lakukan hanya dalam lingkup yang relatif kecil. Kalau Tuhan mengijinkan, saya ingin melakukannya di dalam skala yang lebih besar.

Saya berharap, suatu hari orang memilih Presiden atau Gubernur tidak lagi berdasarkan warna kulit, tetapi memilih berdasarkan karakter yang telah teruji benar-benar bersih, transparan, dan profesional. Itulah Indonesia yang telah dicita-citakan oleh Proklamator kita, yang diperjuangkan dengan pengorbanan darah dan nyawa. Tuhan memberkati Indonesia dan Tuhan memberkati Rakyat Indonesia.


                                                                                                Sumber :  http://www.giadrcipto.org
                                                                                                           

Monday, 6 October 2014

Sejarah Masuknya Injil di Papua melalui Pulau Mansinam


Sejarah Masuknya Injil di Papua melalui Pulau Mansinam

Perjalanan Geisiser dan Ottow dari (Berlin-Nederland) 

Pada tanggal 25 April 1852, Geissier dan salah seorang rekan yang disiapkan Giosner, S neider berangkat ke Hrsmen bersama dengan Pdt. O.G.Heldring dan disana mereka tinggal dua bulan. Pdt. O.G. Heldring adalah seorang penggerak dibidang Missi Zending ke daerah-daerah bangsa kafir. Kemudian mereka bertemu pula dengan seorang rekan Missionaris C.W. Ottouw yang sudah dipersiapkan sebelumnya oleh O.G. Heldring. Dan pada malam tanggal 26 Juni 1852 telah diutus menumpangi kapal, ABEL TASMAN dan berangkat ke Rotterdam dan menuju Batavia. Tetapi sebelum mereka naik Kapal Abel Tasman, meraka bersama-sama berdoa dan menyerahkan diri mereka dengan sukacita kedalam pemeliharaan kuasa tangan Tuhan.
Pada tanggal 7 Oktober 1852 mereka tiba dengan selamat-aman di tanah Batavia. Di Batavia (tanah Jawa) C.W. Ottoe dan J.G. Geissier yang akan meneruskan perjalanan ke tempat tujuan dan kerinduan mereka harus bersabar selama satu setengah tahun. Dan kesabaran, kesetiaan mereka disini diuji oleh Tuhan. Disamping itu perlahan mereka menyesuaikan diri dengan iklim negeri tropik.
Karenanya J.G. Geissler membuka dan memimpin suatu sekolah rakyat di Pusat Missi Belanda bagi penduduk pribumi di Batavia.
Pada bulan April 1854 terbuka jalan Tuhan suatu kemungkinan untuk menggapai Tanah kerinduan mereka yaitu Papua. Di Batavia ada seorang saudagar muda namanya "Ring" pemimpin dan pendiri Perhimpunan Missi memberi informasi bahwa Pulau kecil Mansinam yang dekat dengan daratan Manokwari penduduknya ramah, terbuka (namun disini sebenarnya kala itu Tanah Papua penduduknya hidup tertutup, dianggap buas dan menolak orang asing).
Penduduk dari daratan dore-Mnukwar mengakui Sultan dari Tidore yang dibawah kekuasaan Pemerintah Belanda rupanya tidak keberatan bila Missionaris Kristen datang ke Mansinam Papua. Begitu surat jalan dari Pemerintah Balanda yang sampai ke Ternate, Ottow dan Geisler sangat bersukacita atas berita keberangkatan ke Papua. Geisler menulis dalam suratnya kepada Gossner sebagai berikut "Terpujilah Tuhan, sehingga waktunya telah tiba yang telah lama kami menantikan". Kami akan berangkat kesuatu tempat dimana belum ada seorang Massionaris datangi dan tinggal karenanya kami tidak dapat mengharapkan perlindungan dari Dia yang telah bersabda : Aku akan menyertai kamu sampai kepada akhir zaman (Matius, 28 : 20) Perpisahan dan mereka meninggalkan Batavia pada tanggal 9 Mei 1854.
Dan akhirnya 30 mei 1854 mereka tiba di Ternate dan diterima dengan sangat ramah oleh Pdt.J.E.Hoveker dan isteri (yang sejak 1833 sebagaiPdtJemaat Protestan yang kecil disitu). Serta tinggal bersama dirumahnya. Disana mereka belajar dan memperdalam bahasa melayu serta belajar mengkaji berbagai informasi tentangsikon Papua. Dan harus bersabar menunggu selamasetengah tahun. Sesudah itu Residen Balanda C.Bosscher dari Ternate diharapkan dapat menolong untuk perjalanan ke Papua. Rekan-rekan Missionaris di Batavia mengirimkan 200 Gulden kepada mereka. Seorang guru Wehker dari Ternate yang sangat kagum merelakan putranya yang bernamaFrits berusia 12 tahun untuk menjadi pelayan bagi mereka. Mereka diperbolehkan membawa barang-barang sebanyak yang mereka butuhkan. Perjalanan itu mereka dibekali beberapa ekor sapi, ayam, bebek, dan angsa.
Merka kemudian menerima surat jalan dari Sultan Tidore yang dogmanya Islam. Disaat residen Belanda menjelaskan kepada Sultan bahwa Ottow dan geissler mereka adalah Peneliti Alam. Tetapi Sultan yang sudah lama mengetahui identitas mereka, berkata "ah mereka kan missionaries pekabaran Injil" jangan merubah status mereka, biarkan mereka menyebarkan ke Kristenan mereka. Maka Sultan memberikan surat Ijinbagi mereka bahkan memerintahkan kepada para kepala suku untuk melindungi dan menolong mereka jika mereka kekurangan makanan.

TIBA DI TANAH PAPUA JANUARI 1855
Pada tanggal 12 Januari 1855 bertolaklah mereka dari Dermaga Ternate, menumpang Kapal (...) Ternate menuju Pulau tujuan mereka Mansinam. Dan ketika menunggu pelayaran selama 25 hari pada tanggal 5 Februari 1855 Kapal Ternate membuang sauhnya di depan pulau Manansbari (Mansinam) Dalam agenda Harian Geislee, menulis kepada Gossner demikian : Anda tidak dapat membayangkan betapa besarnya rasa sukacita kami pada saat akhirnya dapat melihat tanah tujuan kami, Minggu pagi Zending sauh dibuang untuk berlabuh di teluk Doreri. Matahari terbit dengan indahnya, ya semoga matahari yang sebenarnya, yaitu Rahmat Tuhan yang menyinari kami dan orang-orang kafir yang malang itu yang telah sekian lamanya merana didalam kegelapan semoga Sang Gembala setia mengumpulkan mereka dibawah tongkat GembalaanNya yang lembut. (Sekoci pertama yang menuju daratan membawa kedua orang penginjil itu kedaratan Mansinam pada pagi hari). Sebagaimana tindakan terakhir mereka lakukan saat berangkat dari Eropa, berdoa, maka masuk kedalam semak-semak berlutut dan mencurahkan isi hati mereka ("Dalam Nama Allah kami menginjak kaki di Tanah ini") Mereka memohon kepada Tuhan Allah untuk memperoleh kekuatan, hikmat dan terang, agar dapat mamulai Missi Pekabaran Injil dengan baik. Tentang reaksi dan respond (penerimaan) penduduk pulau Manamsbari kurang disentil (F.C. Kamma, ajaib di mata kita, Jakarta BPK 1981 hal 87) Namun tentunya pendaratan dan kehadiran serta gerakan-gerakan mereka sebagai orang asing tak dilewatkan, terutama ketika kedua Mssionaris itu masuk kedalam semak-semak berlutut dan menyerahkan isi hati berdoa kepada Tuhan.
GAMBARAN UMUM PADA WAKTU ITU
New Guinea ditemukan oleh orang Portugis yang bernama Meneses pada tahun 1526, sedangkan namanya oleh seorang Spanyol yang bernama Alvarado pada tahun 1528 (jadi 300 tahun kemudian) orang Belanda berupaya untuk membuat tempat pemukiman di Kolobai di Pantai barat yang diberi nama DUBUS bagian selatan Papua daerah Fakfak sesuai dengan nama komisaris Nederland Hindia namun pada tahun 1836 mereka menghentikan usaha mereka karena dianggap terlalu mahal dan sia-sia. Pada tahun 1847 ada beberapa Missionaris Khatolik yang bermukim di pantai timur laut, namun pada tahun 1852 mereka menghentikannya dan pindah ke pulau yang lain. Pemukiman besar yang pertama di Puau yang besar, kaya dan diberkati ini dan diklaim kepemilikannya selama 350 tahun barulah terjadi melalui kedua orang Jerman Ottow dan Geislert pada tahun 1855.
Nama Papua berasal dari kata dalam bahasa melayu, yaitu "Pua-Pua" yang berarti rambut keriting dan kemudian disingkat Papua.
Orang Papua pada waktu itu sangat curiga terhadap orang asing. Disamping itu mereka terkenal untuk merampok dan berperang serta hidup dari berdagang.
Rumah-rumah mereka dibangun diatas air untuk melindungi dari serangan musuh. Kebanggaan mereka adalah keberhasilan membunuh orang lain, yang ditandai dengan jumlah bulu sebagai hiasan kepala.
Kebiasaan untuk memakai manusia juga dijumpai di Tanah Papua Waktu itu. Mencuri dan perzinahan dipandang sebagai pelanggaran yang besar dan mendapat hukuman yang besar pula. Seringkala pula terjadi pembunuhan terhadap bayi-bayi yang baru lahir dan orang-orang yang sakit keras dikubur hidup-hidup.
AWAL YANG SULIT DAN PENUH TANTANGAN PADA TANGGAL 5 Februari 1855 C.W.Ottow dan rekannya J.G.Gaissler tiba di Mansinan yang letaknya berhadapan dengan Dore (Manokwari). Sebagai tempat tinggal sementara mereka memakai sebuah gubuk gudang penumpang batu bara peninggalan para pelaut ditepi pantai. Situasi yang dihadapi mereka sangatlah sulit. Kapal yang menghantar mereka sudah kembali. Tidak ada orang kecuali Frits yang dapat diajak berbicara. Mereka tidak bisa berkomunikasi dengan penduduk setempat dan bahasanya, mereka mengurusi diri mereka sendiri.
Penduduk setempat tidak memahami maksud dan tujuan kedua orang asing ini untuk menetap di Mansinam.
Dalam surat pengantar dikatakan Sultan Tidore mengirim mereka sebagi orang yang baik dan dengan maksud dan tujuan yang baik, tetapi hal itu tidak dapat mereka percayai, karena Sultan belum pernah melakukan kebaikan terhadap mereka (penduduk-masyarakat Pulau Mansinam- tetapi juga Papua umumnya). Terlebih penduduk terbiasa harus menanggung ketidak adilan dari Sultan Tidore.
Dengan alasan pajak setiap tahun mereka dijarah dan anggota keluarga mereka dijadikan budak, sebab itu tidaklah mengherankan kalu mereka tidak mempercayai isi surat dari Sutan Tidore dengan segala penjelasannya. Dalam hidup sehari-hari nampak kecurigaan penduduk setempat terhadap Ottow dan Geissler, kendatipun mereka tidak berani untuk menyerang kedua orang asing itu, tetapi dimata mereka, sehingga menurut mereka cepat atau lambat kedua orang asing ini akan disingkirkan, oleh sebab itu Ottow dan Geissler bersikap selalu waspada.

MEMULAI DENGAN AKTIFITAS UJIAN PERTAMA Tibalah saatnya untuk memulai Pekerjaan mereka. Pertama-tama mereka harus mencari kayu yang cocok untuk membuat perahu dihutan Pulau Mansinam untuk dijadikan sarana transportasi laut untuk menyebrang kedaratan Manokwari, dimana rencana untuk membangun sebuah rumah. Karena mereka tak berpengalaman dengan jenis-jenis kayu di Papua, penduduk di Pulau Mansinam pun tidak menolong mereka dengan memberi informasi, maka mereka berdua berapa kali salah memilih kayu, sehingga pekerjaan berminggu-minggu menjadi sia-sia. (Kata Camma Geissler menulis dengan sampai tiga kali pohon kayu yang kami pilih dan tebang adalah pohon kayu yang besar, kayu besi yang tidak cocok karena berat dan akhirnya pecah karena kana panas matahari maka kami hampir tidak berdaya lagi. Tetapi syukurlah saya melihat sebuah perahu di rumah orang Papua, dan saya beruntung dapat membelinya dengan harga 12 gelden. Dan akhirnya dengan Perahu itulah digunakan mereka untuk menyeberang ke daratan Manokwari Teluk Dore (Kwawi) dan di daratan Kwawi setiap hari mereka bekerja menebang pohon. Dan pada malam harinya mendayung kembali ke pulau Mansinam.
Karena mereka bekerja begitu keras pagi hingga malam sehingga akhirnya mereka jatuh sakit. Pertama-tama anak Frits menjadi sakit dan kemudian Ottow terkena kelengar mata hari, sehingga Ottow hampir meninggal . menghadapi keadaannya itu Geissler menulis dalam buku hariannya, saya sangat sedih dan memikirkannya, tetapi saya berdoa kepada Tuhan.
Tuhan saya membutuhkan dia dan orang-orang kafir ini membutuhkan dia, dem kerajaan-Mu, pulihkanlah dia kembalidan Tuhan yang Maha Mendengar seruan doa hamba-Nya dan akhirnya Ottow menjadi sembuh. Tak lama kemudian Gaissler yang kena giliran sakit. Tamu yang jahat yaitu demam Malaria menyerang dia. Juga terkena luka borok (abses) di kakinya yang sangat membahayakan atau menyakitkan. Ottow juga berulang kena radang otak. Demikian mereka berdua terbaring dalam kesakitan, lemah dan tanpa pertolongan apapun di gubuk mereka di Mansinam.
Penduduk Mansinam mulai sadar bahwa kedua orang ini tidak membahayakan, kendati demikian mereka tidak menolong, acuh dan tanpa perasaan terhadap Ottow dan Gaissler. Ada sekelompok orang dari penduduk setempat sempat datang ke dalam gubuk untuk menengok , tetapi mereka hanya duduk saja, hanya memperhatikan Ottow dan Gaissler selama berjam-jam tanpa menolong sedikitpun. Tidak ada tangan yang diulurkan untuk memberikan segelas air.
Akhirnya datanglah pertolongan yang diharapkan. Gaissler menulis : Sesudah demam malaria meninggalkan saya dan saya untuk pertama kalinya dapat keluar gubuk. Saya merasakan kesakitan di kaki kiri saya, Borok itu semakin besar dan memerah, sehingga saya tidak dapat meninggalkan tempat tidur. Kesakitan saya begitu luar biasa, sehingga saya berteriak dan terus merintih dan berdoa kepada Tuhan yang menjanjikan : Mintalah, carilah, ketuklah. Meskipun kami tudak mempunyai harapan akan jalan keluar dari penderitaan ini, akan tetapi tetaplah benar apa yang Tuhan katakana : Tidak ada hal yang mustahil bagi mereka yang percaya, walaupun tidak terjadi mujizat yang luar biasa, tetapi Tuhan telah memimpin hati manusia seperti aliran sungai sehingga tanpa terduga datanglah sebuah kapal uap ke Mansinam, sehingga saya diselamatkan. Saya harus kembali ke Ternate. Tetapi keputusan ini sangatlah berat bagi saya. Beberapa tuan besar diatas kapal tersebut termasuk dokter kapal berusaha untuk meyakinkan saya, tetapi sia-sia karena saya masih tetap mau bertahan di Mansinam. Akhirnya Residen Belanda sendiri mengirim pesan sampai ketempat tidur saya dan mengatakan :
Saya memberikan kebebasan kapada Anda untuk datang ke Tanah Papua dan untuk berusaha hidup, tetapi karena kepada saya disampaikan Anda dalam keadaan kritis (hampir mati), maka saya hanya dapat mengatakan Anda harus kembali. Demikianlah akhirnya saya menyerah dan ikut ke Ternate.
Di Ternate J.G. Gaissler mendapat perawatan dan akhirnya sembuh, tetapi harus menunggu Kapal selama sekitar 10 (sepuluh) bulan untuk kembali ke Mansinam.
C.W. Ottow dengan pembantu mereka Frits tinggal sendirian di Pulau Mansinam. Walaupun terkadang di serang, Demam Malaria tapi selalu memperoleh keberanian, tenaga keteguhan hati pada keyakinan dan visinya. Untuk mengatasi kesepian Ottow mengintensifkan hubungan dengan para penduduk terutama melalui imbal dagang. Ottow membeli hasil-hasil penduduk, kacang-kacangan, ikan, burung cenderawasih, kerang, perisai- senjata tradisional, teripang dan di jual kepada saudagar dari kapal Van Duivenbode, hasil uang dari penjualan tersebut digunakan untuk belanja kebutuhan pokok, obat-obatan. Pada tanggan 12 Januari 1856 (Gaissler) berangkat sengan kapal kembali ke Tanah Papua Mansinam di sertai 5 orang tukang kayuuntuk membangun rumah disana.
Tugas pewartaan pemberitaan Firman.Injil, atau penyebaran.
Pada tanggal 25 September 1858, dating 12 orang dalam kondisi lemah yang selamat dari kecelakaan kapal Belgia "Constant" Kapal tersebut pada tanggal 12 Juni 1858, menabrak batu karang dan pecah akibat salah leinnya disebelah selatan pulau karang Mansinam. Orang-orang Papua yang ramah pada saat itu melihat pada punggung salah satu awak kapal terdapat tulisan doa dalam bahasa Belanda akhirnya membawa mereka kepada Ottow dan merawat serta memberi makan pada anak buah kapal yang kena musibah tersebut selama 6 bulan.
Kedua misionaris dengan bantuan dari tukang dari Kapal tersebut, bersama 4 orang tukang dari Halmahera (Gelela) Ottow mengadakan pelayanan kebaktian setiap hari Minggu kepada mereka dalam bahasa Belanda. Dengan penuh rasa syukur mereka menngalkan Mansinam dan menggunakan perahu layer pada tanggal 11 April 1859 dan tiba di Ternate 1 Juni 1859 dan dalam bulan Oktober tahun yang sama mereka tiba di Amsterdam.
Nb. Gaissler dalam buku hariannya menulis : sering berulang-ulang menolong para Pelaut yang karena kapal-kapal dagang Jerman dan Belanda yang karam di perairan Papua. Hal menolong bukanlah sesuatu yang mudah, karena membutuhkan pengorbanan yang tidak sedikit dan bersedia untuk merawat, memelihara sejumlah besar pelaut dan pengobatan.

PENYELAMATAN PARA PELAUT JERMAN YANG KAPALNYA KARAM Pada bulan Maret 1857 mereka mendengar berita tenteng karamnya Kapal dagang Jerman yang terdampar pada batu karang di kawasan Teluk Cenderawasih, untuk menyelamatkan anak buah Kapal demi terhindar dari perbudakan dan kematian sebab ada tiga (3) orang anak buah kapl itu sudah dibawa ke Windesi. Ottow dan Gaissler menyiapkan barang-barang dagang untuk barter dan uang menyewa sebuah perahu dengan 22 orang laki-laki tenaga pendukung, setelah melalui suatu perundingan untuk menentukan siapa diantara mereka yang harus berangkat, sebab seorang harus tinggal di Mansinam, akhirnya membuang undi, dan pilihan jatuh pada Gaissler. Sehngga ia yang berangkat dengan para pendayung, dan pada tanggal 11 April 1857 ia berhasil menyelamatkan dan menebus 3 orang awak kapal sedang yang seorang berada di tempat yang jauh, namun setelah mendengar berita bahwa ia telah meninggal, para bajak laut sudah mengambilnya dan membunuh dengan kejam di semenanjung Wandamen. Leh sebab itu Gaissler dan para pendayungnya segera berangkat kembali ke Mansinam. Ketiga awak kapal yang diselamatkan itu, mereka dalam keadaan sakit dan terus dirawat oleh Ottow dan Gaissler. Sesudah mereka sembuh lalu mereka berangkat dengan kapal dan tiba dengan selamat di tanah air mereka (Jerman).
Sebagai tanda terima kasih kepada enyelamatan anak buah kapal Jerman dimana Pemerintah Belanda (Den Haag) mendengar bagaimana kedua missionaries  Ottow dan Gaissler mempertaruhkan nyawa dan milik mereka untuk menyelamatkan anak-anak buah kapal yang karam itu, kepada Ottow dan Gaissler diberikan hadiah kepada masing-masing sebesra 250 Gulden kepada mereka. Dalam agenda Gaissler menulis, Mereka merasa bersukacita bahwa sekarang mereka tidak perlu lagi hidup semata-mata dari uang persembahan Missi/Badan Zending, tetapi dapat hidup dari gaji Pemerintah Belanda, sehingga mereka lebih leluasa dalam menjalankan tugas.

MANOKWARI KOTA ADMINISTRATIF (PEMERINTAH) TERSULUNG DI TANAH PAPUA Kebupaten Manokwari adalah Kabupaten tersulng di Tanah Papua yang amat penting dalam sejarah peradaban dan perubahan budaya orang Papua. Oleh karena Kota Manokwari sebagai pusat penyebaran agama Kristen dan pusat Pemerintahan pertama di Tanah Papua. Kota Manokwari menjadi start Gereja (Zending) dengan Pemerintahan Belanda memulai pembangunan semesta (modern) bagi suku bangsa yang mendiami Tanah Papua. Kemungkinan atas dasar tersebut, orang Biak Numfor mengabadikan/mengungkapkannya dalam etimologi, dari tiga morfem dasar Mnu, Kampung- dan kwar, lama + "dia" itu) Kemudian disebut dengan nama Manokwari yang diartikan dengan ungkapan "Kampung yang didahulukan, tertua, terlama", dimana dimulainya sebuah peradaban dan budaya asing dalam konteks terang penyebaran Kekristenan tentang Injil Kristus. Sejarah dengan mencatat sejak Tokoh Legendaris berkebangsaan Jerman yang pertamakali bergabung dalam missi Pekabaran Injil Zending (Goissner) Jerman (Heldering Nederland) di Tanah Papua melalui utusan Missionaris Ottow dan Gaissler yang mulai menginjakkan kaki di Pulau Mansinam tanggal 5 Februari 1855 dengan doa Sulung mereka, "Dengan Nama Allah kami menginjak Tanah ini". Menandakan bahwa pembangunan yang modern di Tanah Papua sudah dimulai sejak Injil Kristus atau penyebaran Agama Kristen mulai masuk dan menerangi kegelapan dan kekafiran orang Papua Tempo itu di Pulau Mansinam Manokwari. Oleh sebab itu, siapapun tidak dapat menyangkal bahwa hasil karya besar yang diperjuangakan dengan susahpayah oleh para Pekabar Injil dulu ituah yang setiap suku bangsa dari manapun yang mendiami bumi Telik Cenderawasih Tanah Papua boleh menikmati dan alami saat ini di era demokrasi-otonomisasi ini dalam berbagai bidang sektor pembangunan di Tanah Papua.
Dokumen sejarah Pekabaran Injil juga dapat mencatat bahwa atas jasa, kerja keras dan perjuangan gigih yang panjang yang dilakukan oleh zending (Gereja) terus menerus dan mendesak pemerintah Belanda untuk segera menetapkan dan melaksanakan pemerintahan secara definitive d Tanah Papua untuk menghentikan perlakuan yang betahun-tahun dilakukan oleh Kesultanan Tidore dan Pemerintah VOC dalam bentuk pembunuhan-perampasan harata benda-penjualan-pembelian budak pembakaran kampong-kampung penduduk orang Papua dan sesama etnis Papua saat itu. Oleh sebab itulah kota Manokeari pada tanggal 9 November 1896, Pemerintah Belanda secara definitive atau resmi memulai sistim Pemerintahan di Tanah Papua. Dengan demikian secara resmi di Kota Manokwarilah pihak Pemerintah Belanda ertama kali memulai system pemerintahannya untuk membangun orang Papua menuju kehidupan modern.

Gereja Kristen Injili Di Tanah Papua (Anggota Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia) Badan Pekerja Klasis Manokwari