Friday 29 December 2017

EDWARD BOK (1863-1930) redaktur

EDWARD BOK
(1863-1930)
redaktur


Seperti kebanyakan perintis, Edward William Bok membuktikan bahwa teman-temannya keliru. Sebab, mereka mengira bahwa Bok telah kehilangan akal sehatnya ketika pada tahun 1889 Bok meninggalkan perusahaan penerbitan Charles Schribner’s Sons di New York untuk pergi ke Philadelphia dan menerima jabatan sebagai redaktur suatu majalah wanita. Mengapa? Mereka bertanya-tanya dengan penuh keheranan. Mengapa ia membuang karier yang sudah mantap dan jelas memberikan harapan padanya di New York – pusat dunia penerbitan – hanya untuk menjalankan perusahaan yang pasti tidak dapat diharapkan di Philadelphia? Akan tetapi, selama lebih dari tiga puluh tahun menjadi redaktur dan wartawan majalah tersebut, satu kali pun Edward Bok tidak menyesali keputusannya. Ia menjadi seorang perintis besar bagi kewartawanan modern Amerika. Dan ia memperkenalkan kesadaran berwarga negara jenis baru yang jelas sekali ke dalam suasana Amerika.
Masa kanak-kanak Edward Bok membuatnya biasa terhadap setiap perubahan-perubahan mendadak di dalam lingkungannya. Ia lahir di Helder, Negeri Belanda, pada tanggal 9 Oktober 1863. Selama beberapa generasi, keluarganya termasuk golongan terkemuka di Nederland. Akan tetapi, serangkaian investasi yang tidak menguntungkan telah menghapus seluruh kekayaan dan martabat mereka. Pada waktu Edward dan orang tuanya tiba di Amerika pada tahun 1870, harta yang mereka miliki tidak lebih dari barang serba sedikit dan serba tidak lengkap yang mereka bawa. Tuan Bok bukanlah orang yang hanya mengeluh dan menyesali kemalangannya yang telah berlalu. Mengingat bahwa anak-anaknya harus menjadi orang Amerika, maka ia memutuskan bahwa prosesnya lebih baik harus dimulai seketika itu juga. Maka dari itu, enam hari setelah kapalnya merpat di pelabuhan New York, ia membawa kedua anaknya mencari sekolah negeri di Brooklyn. Walaupun sepatah kata pun mereka tidak bisa bicara bahasa Inggris, tapi karena sudah cukup umur, mereka dipaksa untuk masuk ke sekolah tersebut. Hal itu menimbulkan perasaan tidak senang pada anak-anak di kelas lain.
Edward yang berusia tujuh tahun itu bisa menghadapi situasi jelek tersebut dengan sebaik-baiknya. Ia duduk dengan tenang dan pandai mengendalikan nafsunya, menahan derita yang dilontarkan oleh teman kelasnya berupa ejekan dan hinaan. Tapi ia peramah, suka bersahabat dan pintar bergaul. Dan tidak lama kemudian, teman-temannya mengetahui bahwa Belanda cilik itu memepunyai permainan dan sulapan yang menarik dan merupakan hal baru bagi mereka, yang ia bawa dari negeri asalnya. Sebentar saja ia mereka terima sebagai teman.
Kedua Bok kecil itu juga tidak menemui kesukaran dalam berjuang menyelesaikan pekerjaan sekolahnya. Sewaktu masih kecil, ayahnya pernah belajar bahasa Inggris di Negeri Belanda, dan anak-anak itu pun minta diajari pula. Selama beberapa bulan, setiap malam kamar tamu keluarga Bok berubah menjadi tempat kursus di mana bahasa yang mereka pakai berupa bahasa campuran Belanda dan Inggris. Terutama Edward, ia mempunyai bakat bahasa, dan sebentar saja ia dapat memimpin kelasnya menjadi unggul di sekolah negeri tersebut. Akan tetapi, walaupun anak itu murid yang luar biasa, namun ia tidak dapat dipaksakan melakukan sesuatu yang bertantangan dengan cara berpikirnya sebagai keturunan Belanda yang baik. Pada suatu malam ketika sedang diadakan kursus bahasa Inggris, ayahnya melihat tangan Edward luka dan bengkak. Ayahnya bertanya mengapa. Edward kecil itu menjawab terus terang dan singkat, langsung pada persoalannya pada waktu pelajaran menulis, ia disuruh menulis dengan tulisan model Spencer yang saat itu sedang popular. Tetapi Edward tidak mau melaksanakannya. Oleh karena itu ia dipukul oleh pak Guru karena sikapnya yang kepala batu itu.
“Mengapa kamu menolak melaksanakan perintah gurumu?” tanya Pak Bok.
“Karena model tulisan itu tidak baik,” jawab anak itu tetap mempertahankan pendapatnya. “Siapa yang akan menggunakan tulisan lucu yang melingkar-lingkar dan berbelit-belit seperti itu dalam kehidupan sehari-hari?”
Edward kemudian menunjukan bentuk penulisan yang “sederhana” kepada ayahnya. Bentuk dan gaya itulah yang ia tetapkan untuk dipakainya sendiri. Pak Bok tidak berkata apa-apa. Tetapi pagi harinya ia pergi ke sekola bersama dangan anak-anaknya, dan di sana ia berbicara beberapa saat di ruang kepala sekolah. Beberapa minggu kemudian keluarlah buku-buku baru yang harus dipakai oleh seluruh sekolah. Model tulisan yang dipakai dalam buku tersebut adalah model yang diperjuangkan mati-matian oleh Edward. Dalam tahun-tahun selanjutnya, dimana mesin tulis belum banyak dipakai orang, Edward Bok memiliki modal besar untuk mencari pekerjaan, yakni karena tulisan tangannya jelas, bagus bentuknya, dan mudah dibaca.
Walaupun Edward dan kakanya dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan Amerika, tetapi keadaan rumah tangga Bok tidak begitu baik, tidak begitu menggembirakan. Tuan Bok, yang berpendidikan liberal, tidak mempunyai pendidikan khusus yang cukup untuk bekerja. Dan ia selalu memikirkan tentang ketidak mampuannya membiayai keluarga. Istrinya, yang terlalu capek mengurus pemindahan keluarga yang berat dan sulit itu, kini menderita sakit payah.
Kedua anaknya berpendapat bahwa ibunya akan sembuh bila rumahnya bersih. Oleh karena itu, dengan semangat kebersihan khas Belanda, mereka lalu membonkar dan membersihkan seluruh isi rumah sampai setiap sudutnya licin dan mengkilat. Kemudian mereka mulai memikirkan bagaimana caranya mencari uang.
Edward mendapatkan pekerjaan yang pertama secara kebetulan pada suatu pagi, sewaktu ia berjalan di trotoar, ia berhenti di muka etalase sebuah took roti, mengagumi deretan kue dan pastel yang disusun di situ. “Nampak cukup bagus, bukan?” tanya pemilik toko kepada anak kecil yang berdiri di luar kaca. “Ya memang tampak bagus kalau kacanya lebih bersih,” jawab anak Belanda yang jujur itu “Benar,” kata tukang roti mengiakan jawabannya. “Mungkin kau mau membersihkannya?” Anak itu langsung menerima tawaran tersebut dan segera bekerja giat membersihkan semua kaca etalase toko roti tersebut. Ketika melihat etalasenya bersih dan bening, si tukang roti senang sekali dan menyuruh agara Edward membersihkanya lagi setiap Selasa dan Jum’at, setelah pulang sekolah, dengan upah lima puluh sen seminggu.
Tidak lama kemudian, setiap ada waktu luang Edward pergi ke toko roti dan bekerja di sana. Tetapi ia kemudian mempunyai ide lain. Keluarga Bok tinggal dekat jalan raya antara Brooklyn dan Coney Island yang dilalui oleh kereta kuda yang mengangkut penumpang umum. Pada musim panas, kereta-kereta tersebut selalu berhenti di tempat tertentu untuk memberi minuman kudanya. Sementara kudanya minum, biasanya para penumpang laki-laki lalu turun dan pergi ke warung terdekat untuk membeli minum air es. Hal ini tidak mungkin dilakukan oleh wanita dan anak-anak. Dengan demikian mereka terpaksa menahan haus sepanjang perjalanannya sehingga perjalanannya menjadi tidak menggembirakan. Oleh karena itu Edward lalu membeli ember kaleng baru dan beberapa buah gelas, dan kemudian berjualan air es kepada orang-orang yang bepergian naik kereta dan kehausan. Ketika muncul saingan penjualan air es lain, Edward lalu menambahkan air jeruk dan gula sedikit pada minumannya, harganya dinaikkan, dan dengan demikian jualannya tetap laku terus sehingga ia tetap mendapat uang.
Sebagai anak sekolah, Edward Bok melakukan pekerjaan yang bagus sekali. Tetapi kemudian ia mendapatkan banyak kesempatan yang jauh lebih baik lagi. Pada suatu hari ia diundang menghadiri suatu pesta terdorong oleh bakat jurnalistiknya yang sampai saat itu belum kelihatan, ia menulis laporan mengenai pesta tersebut, dengan mencantumkan semua nama mereka yang hadir. Artikel tersebut kemudian dimasukan ke surat kabar Brooklyn Eagle, dengan catatan bahwa setiap nama yang dicantumkan dalam paragrap tersebut merupakan pembeli baru surat kabar itu. Pada waktu itu belum ada surat kabar yang memimiliki departemen semacam itu. Redaktur Brooklyn Eagle cepat melihat kemungkinan-kemungkinannya. Ia langsung menawarkan kepada Edward tiga dollar setiap kolom untuk semua laporan perkumpulan tersebut yang bisa ia suguhkan. Dalam waktu singkat anak itu mulai memasukan dari dua kolom menjdi tiga kolom seminggunya, dan penjualan surat kabar tersebut meningkat terus dan sangat laris hingga upah yang diterimanya dinaikan menjadi empat dollar per kolom.
Kini dengan tugas rutinnya di rumah, dengan pekerjaannya di toko roti, dengan pekerjaannya menjual minuman dingin, dan dengan usahanya di bidang jurnalistik, Edward mempunyai waktu lagi untuk mempelajari pelajaran sekolahnya. Ia minta keluar sama sekali dari sekolahnya, tetapi ibunya keberatan. Edward membicarakan hal tersebut lebih jauh lagi, tetapi dalam hati tekadnya sudah bulat. Sementara Pak Bok telah mendapat pekerjaan sebagai penterjemah di perusahaan Western Union Telegraph Company, jabatan yang cocok sekali baginya sebab ia memiliki bakat menguasai bermacam-macam bahasa dengan mudah. Pada suatu malam ia bercerita bahwa pelayan kantor di bagiannya keluar. Edward langsung tertarik pada lowongan tersebut. Bagaimanapun juga ia harus mendapatkan pekerjaan tersebut pada usia tiga belas tahun Edward Bok bekerja pada Western Union dengan gaji enam seperempat dollar seminggu. Walaupun anak itu sekarang sudah keluar sama sekali dari sekolahnya, namun tidak berarti bahwa pendidikannya berakhir. Pikirannya cerdas dan selalu ingin tahu, ingin berkembang terus ia mengatakan sendiri bahwa ia harus mancapai pendidikan yang setaraf dengan perguruan tinggi. Setiap malam ia mempelajari kehidupan orang-oarang terkenal, ingin mengetahui bagaimana mereka menempuh jalan hidupnya. Pada masa itu, biografi yang ada hanya berupa riwayat singkat di dalam Appleton’s Encyclopedia di perpustakaan umum. Edward tidak bisa mengunjungi perpustakaan itu, sebab selama jam kerja ia juga bekerja. Oleh karena itu ia memutuskan untuk membeli sendiri ensiklopedia tersebut satu set lengkap. Untuk maksud ini ia menyisihkan sebagian uang makan siangnya, dan menyimpan uang transportnya. Dengan demikian setiap hari ia harus berjalan kaki delapan kilometer ke tempat kerjanya dan tidak lagi naik kereta. Akhirnya uangnya bisa terkumpul dan dengan bangga ia membeli ensiklopedia itu satu set.
Pada satu hari timbul pikirannya untuk membuktikan kebenaran biografi-biografi yang dibacanya. Ketika itu James A. Grafield diangkat menjadi Presiden Amerika Serikat. Ia kemudian menulis surat kepada Jendral Garfield, menceritakan tentang apa yang ia baca dan menayakan apakah cerita tersebut benar. Jendral Garfield merasa senang sekali membaca surat anak kecil yang polo itu. Ia langsung menawabnya. Jawabannya demikian lengkap mendetail hingga anak itu bergegas menunjukannya kepada ayahnya.
“Bukan main, Anakku!” seru Tuan Bok, “ini merupakan dokumen yang berharga sekali. Simpanlah dan jagalah sebaik-baiknya.”
“Betulkah itu?” kata Edward dalam hati. “Kalau demikian kenapa tidak mulai mengumpulkan surat-surat autograf?” Setiap orang memiliki sesuatu. Dan surat asli yang ditulis sendiri oleh orang termasyur pastilah berisi informasi yang banyak sekali.
Hasilnya sangat menarik. Oleh Jendral Grant anak itu dikirimi sket yang menunujukan tempat yang tepat di mana Jendral Lee menyerah kepadanya. Longfellow menceritakan asal mula ia menulis puisi Exelsior. Tennyson mengirimkan kepadanya dua atau tiga bait syairnya yang berjudul The Brook  disertai dengan beberapa nasehat bagus yang menentang pemakaian bahasa logat. Kemudian, pada suatu hari datang surat dari Jendral Konfederasi, Jendral Jubal A. Early, menceritakan kepada anak itu mengapa ia membakar Chambersburg. Seorang teman menyarankan agar cerita menarik ini dimasukan ke surat kabar Tribune, sebab hal tersebut pasti menarik para pembacanya. Oleh surat kabar tersebut, surat itu dimuat bersam dengan artikel tentang Edward Bok dan koleksinya yang unik. Akhirnya hal tersebut menjadi pokok pembicaraan nasional. Tidak lama antaranya, referensi-referensi dalam bentuk surat mulai berdatangan dari orang-orang terkenal yang ia surati. Mereka mengatakan bahwa mereka telah membaca tentang koleksinya, dan mereka merasa senang sekalali kalau namanya diamasukan di dalamnya. Tidak sedikit yang menyatakan keinginannya untuk mengenal anak itu secara pribadi. Dengan demikian Edward mulai bisa melihat orang-orang terkemuka di New York muncul di surat kabar. Kemudian ia mendatangi mereka. Begitulah cara Edward bersahabat dengan Jendral Grant dan Nyonya Grant, Jendral Sherman, Nyonya Abraham Lincoln, Jefferson Davis, dan masih banyak lagi yang lainya.
Koleksi autograf Edward ini sangat mengasiakn dan ternyata memeberikan pendidikan tersendiri. Aka tetapi, seperti halnya hobi lain pada umumnya, hobi ini mahal. Dan dengan penghasilan yang mini itu Edward merasa sulit sekali mengatasi hal tersebut. Mengenai biaya ini dia pikirkan pada suatu hari ketika sedang makan siang di warung. Orang di dekatnya membuang bungkus rokok. Tanpa disadari secara otomatis Edward memungut gambar tersebut yang ternyata gambar foto actor terkenal pada masa itu. Di bawah gambar tersebut tertulis pesan, bahwa bila si pembeli rokok mau mengumpulkan semua gambar pada bungkus rokok seperti itu, akhirnya ia pasti memiliki album berharga berisikan actor dan aktris yang terkenal dijamannya. Ketika gambar tersebut dibalik, ternyata halaman sebelahnya kosong. “Mengapa mereka tidak menyebutkan nama actor ini?” pikirnya dalam hati. Tiba-tiba ia berdiri tersentak. Inilah jalan untuk membiayai hobinya. Dengan ide ini semangatnya langsung meluap gembira dan ia bergegas menuju ke penerbitan Knapp Lithographic Company yang mencetak gambar-gambar aktor-aktris pada bungkus rokok semacam itu. Di situ ia menjelaskan mengenai rencananya. Seketika itu juga Tuan Knapp langsung menjawabnya. “Kau akan ku berikan sepuluh dollar untuk setiap artikel, jikalau kau menulis seratus biografi dari orang-orang Amerika terkenal. Satu biografi cukup ditulis dengan seratus kata saja. Untuk itu saya minta dikirimi daftarnya, dan daftar tersebut hendaknya dikelompokkan secara terperinci, misalnya kelompok negarawan, pengarang, serdadu, aktor, dan seterus.”
Dengan demikian Edward Bok betul-betul mendapatkan komisi karyanya yang pertama kali. Menurut perasaan si penerbit kecil ini, hal tersebut merupakan keberhasilan yang kelewat besar. Pekerjaannya mulai menggunung hingga ia merasa kewalahan. Oleh karena itu ia lalu mengambil dua orang pembantu untuk mengumpulkan materi bagi biografi-biografi tersebut, sementara ia memuaskan dirinya dengan pekerjaan penerbitannya sendiri.
Hobi Edward menyebabkan ia mempunyai kesempatan terbesar di masa mudanya. Beberapa bulan sebelumnya ia mengikuti kursus steno dengan maksud agar bisa membuat catatan dengan cepat bila mewawancarai seseorang. Pada waktu ia sedang giat-giatnya belajar setno, ia mendapat tugas penting. Ia harus menghadiri makan malam kenegaraan di New York dan harus memebuat laporan mengenai pidatao Presiden Hayes pada perjamuan tersebut. Wartawan muda itu berangkat dengan gembira dan semangat yang menyala-nyala. Begitu Presiden berdiri memeberikan sambutannya, ia langsung membuka buku catatannya. Selama satu atau dua menit semua berjalan dengan lancar. Akan tetapi kemudian Edward merasa Presiden berbicara jau lebih cepat dari pada larinya pensil di tangannya. Anak itu merasa gelisa seakan-akan waktunya berlalu sebelum perjamuan selesai dan para tamu telah meninggalkan meja. Akhirnya upacara selesai, dan Edward, yang tetap tidak merasa takut, cepat-cepat menemui Presiden dan memperkenalkan diri. Edward memberitahukan mengenai tugas yang dipercayakan kepadanya, dan menjelaskan betapa pentingn arti tugas tersebut baginya. Ia bertanya apakah mungkin ia mendapatkan teks pidato tersebut. Presiden tergerak hatinya oleh sikap yang terusterang dan menunjukan kesungguhan itu. Presiden memanggil ajudannya dan minta agar anak itu diberi teks pidatonya saat itu juga. Pagi harinya, hanya surat kabar Edward sajalah yang memuat pidato Presiden itu secara lengkap, persis sama dengan yang diucapkan pada waktu upacara berlangsung.
Peristiwa tersebut tidak hanya berhenti sampai di situ saja. Hari berikutnya, ketika Edward pulang dari kerja, ia menerima kartu kecil dari Presiden Hayes dan Nyonya. Mereka mengundang Edward untuk datang ke rumah sore itu pada pukul setengah sembilan malam. Edward bergegas mengenakan pakaiannya yang paling bagus dan segera berangkat menjalani petualangan yang besar ini – yakni bertemu di tempat kediaman Presiden Amerika Serikat. Itulah awal persahabatan mereka yang mulia. Mulai saat itu, Presiden menaruh minat yang tidak kunjung padam pada karier anak itu, dan ia selalu memberikan nasihat-nasihat yang bagus dan bermanfaat sekali. Suratnya yang terakhir datang pada tahun 1892, beberapa saat saat sebelum wafatnya. Surat tersebut diakhiri dengan ucapan “terima kasih dan salam hangat dari sahabatmu, Rutherford B. Haves”. Di bawahnya ada tambahan singkat, “Terima kasih, terima kasih atas persahabatanmu yang tetap abadi.”
Sudah barang tentu, kegemaran Edward Bok mengumpulkan autograf atau riwayat hidup yang ditulis oleh orang yang bersangkutan ini membuat ia rajin membaca karya-karya para pengarang yang ia kirim surat. Ia menjadi lekat dengan kelompok New England seperti: Longfellow, Holmes, dan Emerson. Kekuatan dan dorongan filsafat Emerson yang luar biasa itu sangat menarik perhatian anak tersebut. Ia tidak jarang mengantongi esei fisuf besar itu dan membacanya selama pulang pergi ke kantornya. Oleh karena para pengarang New England jarang pergi ke New York, maka sewaktu Bok mendapat cuti seminggu, ia pergi ke Boston mengunjungi mereka. Ia makan pergi bersama Dr. Homles, dan siangnya hampir seharian ia bersama Longfellow yang malamnya mengajaknya menonton ke teater. Ia berjumpa dengan Wendell Phillips dan Phillips Brooks, Lousia Alcott dan keluarga Emerson, William Lloyd Garrison, Lurcretia Mott dan masih banyak lagi orang kenamaan lainnya. Dalam perjalanan pulang, anak itu semalaman duduk terus di kereta siang, nukan karena menghemat ongkos kereta tidur, akan tetapi karena ia tidak ingin melupakan begitu saja kenangan liburan yang paling mengagumkan yang pernah ia alami. Dalam perjalanan tersebut kesan-kesan yang baru dialaminya disusun teratur dalam buku catatannya.
Tidak berapa lama kemudian. Edward menjadi redaktur majalah lokal milik gereja bernama The Brooklyn Magazine. Dalam waktu singkat, majalah tersebut melonjak menjadi majalah nasional yang menonjol disebabkan oleh karena isinya memang ajaib, sangat menarik, pada terbitan-terbitan pertamanya memuat artikel karangan Presiden Hayes, Wendell Phillips, William Dean Howells, Jendral Grant dan Marion Harland. Ini sungguh merupakan barisan orang termasyur yang bukan main sehingga memikat pembacanya. “Bagaimana mereka bisa berbuat demikian?” orang-orang saling bertanya satu sama lain. “Yang pasti, gereja tidak mungkin mampu membeli bahan-bahan seperti itu.” Bok tersenyum sendiri. Setiap kisah yang dimuat dalam artikel tersebut merupakan hadiah yang disampaikan kepadanya dari teman-temannya yang menginginkan agar ia dapat berhasil dalam kedudukannya yang baru. Dengan pengalaman-pengalamannya di Brooklyn Magazine, redaktur mudah itu menjadi yakin bahwa karier yang tepat baginya terletak pada penerbitan dan penelitian naskah. Ia kemudian berhenti bekerja dari Western Union, dan pergi ke perusahaan penerbitan Henry Holt and Company. Dari sana ia pindah ke Charles Scribner’s Sons. Di Scribner’s ia menjadi sekretaris pada dua orang kepala redaktur. Dalam jangka waktu satu atau dua tahun ia mempelajari segala detil perusahaan penerbit dan menguasai seri dunia sastra. Ia merasa yakin akan masa depan yang cerah bersama perusahaan tua yang sudah mantap tersebut. Tetapi semua itu kemudian berubah, disebabkan oleh salah satu perbuatan sampingannya. Ia melakukan tindakan-tindakan kecil sampingan seperti itu banyak sekali jumlahnya.
Kira-kira satu tahun sebelumnya, dalam benaknya timbul gagasan – yang pada waktu itu belum terdengar – untuk menjual artikel-artikel yang sama kepada sejumlah surat kabar, yang peredaraannya luas sampai dimana-mana, untuk diterbitkan pada hari yang sama. Rencananya dapat dilaksanakan dengan hasil baik, dan tidak berapa lama kemudian The Bok Syndicate Press diorganisasikan dengan sebuah kantor New York yang pengurusannya diserahkan kepada kaka Edward. Salah satu keistimewaannya ialah adanya halaman khusus untuk wanita. Ini merupakan hal yang pertama kali muncul, sebab pada waktu itu, orang yang berani menulis artikel pada halaman seperti itu, maka orang tersebut termasuk orang yang sungguh-sungguh pemberani. Para pengejek menandaskan bahwa wanita Amerika, pada umumnya, bukanlah pembaca surat kabar. Kepada para pengejek tersebut, si redaktur berjiwa muda itu menjawab, “Tentu saja mereka bukan pembaca surat kabar, sebab di dalam surat kabar tidak ada satu pun yang menarik mereka.” Ia terus mengisi halaman wanita dengan artikel-artikel yang menarik. Akibatnya, banyak sekali surat pujian dan dukungan yang berdatangan dari seluruh pelosok negara. Di Philadelphia, ketika Cyrus Curtis melihat halaman wanita tersebut, ia cepat-cepat berangkat ke New York. Ia mengajukan pertanyaan singkat, “Apakah Bok muda mau ke Philadelphia untuk menjabat sebagai redaktur The Ladies’ Home Journal?”


   Edward Bok dihadapkan pada masalah paling berat, yakni membuat keputusan tentang kariernya. Ada suatu tantangan menarik dalam usaha baru tersebut, akan tetapi jikalau ia gagal, ia tidak hanya mengorbankan masa depannya saja, akan tetapi pasti menjadi bahan ejekan dan cemohan semua orang. Dengan pikirannya yang praktis, ia mempertimbangkan situasinya dengan saksama. Pagi harinya ia naik kereta api menuju Philadelphia untuk memulai kariernya yang dipegangnya selama tiga puluh tahun.
Atas usaha Bok, The Ladies’ Home Journal berkembang menjadi salah satu majalah yang paling progresif di Amerika. Tujuannya demokratis. Majalah tersebut tidak hanya ditujukan kepada segelintir orang tertentu, tetapi diperuntukan bagi pembaca yang memiliki kecerdasan menengah. Dan bagi pembaca biasa itu Bok memutuskan bahwa tidak ada sesuatu yang terlalu bagus. Ia mencari bahan-bahan terbaik dengan menggunakan bakat sastranya. Ia mempersembahkan artikel-artikel yang informatif tetapi tetapi menyenangkan dan sedang hangat-hangatnya dipertanyakan orang. Dan melalui tajuk rencananya ia selalu berkampanye demi perbaikan Amerika. Tidak ada fasse kehidupan Amerika yang tidak menyentuh hati dan pikirannya. Ia senantiasa memikirkan soal kehidupan Amerika. Serangannya yang keras terhadap reklame-reklame penjual obat berpaten yang kejam dan menyesatkan membangkitkan sentimen masyarakat terhadap diterimanya Undang-undang Makanan Murni dan Obat. Ia juga merasa sedih dengan keadaan khas rumah Amerika yang jelek. Tidak lama kemudian, di halaman The Ladies’ Home Journal muncul perencanaan konstruksi arsitektur lengkap untuk sejumlah rumah kecil menarik bagi orang-orang yang berpenghasilan menengah. Beberapa tahun kemudian, ia mulai melawan sikap konservatif dengan meresmikan satu bagian baru di mana para ibu muda bisa mendapatkan petunjuk dan nasihat ilmiah yang tepat untuk merawat bayi mereka. Dia memperkenalkan seni kepada masyarakat Amerika. Selama beberapa bulan The Ladies’ Home Journal menurut serangkaian reproduksi yang bagus sekali dari karya-karya besar, yang kebanyakan belum pernah terlihat di Amerika.
Salah satu ciri kuat dari sifat Edward Bok ialah rasa tanggung jawanya yang dalam terhadap para pembacanya. Ia tahu betul bahwa redaktur yang majalahnya dibaca oleh ribuan keluarga dapat menggunakan kekuasaannya yang luar biasa untuk berbuat baik atau jahat. Melalui jabatannya sebagai redaktur, ia senantiasa menggunakan seluruh tenaga dan energi yang dimilikinya untuk membuat majalahnya sebagai alat yang berpengaruh demi perbaikan dan kemajuan.


Walaupun tugas-tugas profesi Bok sulit dan harus teliti serta tepat, namun ia memiliki saat-saat yang penuh kegembiraan dan kebahagiaan bagi hidup pribadinya. Pada tahun 1896 ia menikah dengan Mery Louise Curtis dan kedua anaknya, Curtis serta Cary, menjadi sumber kebahagiaan besar baginya. Tanah miliknya di Marion, sebuah kota satelit di Philadelphia, tidak pernah menjadi tempat pameran, tetapi merupakan rumah Amerika yang penuh keramahan, berlimpahkan kehangatan dan persahabatan. Salah satu sahabat kentalnya ialah Theodore Roosevelt. Acapkali kedua sahabat itu pada malam hari membicarakan bersama mengenai persoalan dunia “sebagai orang Belanda kepada orang Belanda lain”, sebab keduanya bangga pada nenek moyang mereka, orang Belanda.
   Edward Bok tidak pernah beranggapan bahwa seseorang harus bekerja terus dengan kecepatan tinggi sampai akhir hayatnya. Ia melihat di sekelilingnya banyak orang tua yang hancur hidupnya lantaran mengejar hal tersebut. Bagi Bok sendiri, ia merasa bahwa dua puluh lima tahun menjadi penerbit sudah cukup. Tetapi ia mendapat rintangan dengan pecahnya Perang Dunia I, dan baru tahun 1919 ia mengosongkan kursi redakturnya. Ketika ia mengundurkan diri, sirkulasi The Ladies’ Home Journal sudah meningkat menjadi lebih dari dua juta eksemplar dan merupakan majalah paling berharga di dunia.
Bagi Bok, pensiun bukan berarti menganggur. Hal itu hanyalah berarti kesempatan lain untuk mengabdi pada sesama. Minatnya tiada terbatas. Dengan kekayaan serta pengaruhnya, sekarang ia berusaha keras untuk meningkatkan hidup orang kebanyakan. Ia memberikan sumbangan besar kepada Persatuan Orkes Philadelphia, tetapi dengan sayarat bahwa persatuan itu harus membuka pintunya bagi orang kebanyakan. Ia menganjurkan dan berusaha keras agar di setiap kelompok masyarakat dibuat taman dan tanah lapang tempat bermain serta berolah raga. Ia benci sekali terhadap perang, dan untuk ini ia menawarkan hadiah yang besar sekali bagi perencanaan perdamaian abadi yang terbaik.



Edward Bok tutup usia pada tanggal 9 januari 1930, dan dimakamkan di kaki Monumen yang ia bangun, Florida Singing Tower. Momen tersebut, yang merupakan tempat perlindungan burung yang indah sekali, dibangun persis seperti  The Island of Nightingales di negara nenek moyangnya, Belanda. Riwayatnya bukanlah riwayat murah dan cepat berhasil, tetapi riwayatnya seorang anak yang kuat yang memberikan jasa kepada Amerika sebanyak yang ia peroleh dari negara tersebut dalam bukunya yang berjudul The Americanization of Edward Bok, Amerikanisasinya Edward Bok, ia menuliskan pahamnya sebagai berikut: “Saya tidak minta hak yang lebih besar daripada melihat Amerika seperti yang saya pikirkan, sebab Amerikanya Abraham Lincoln dan Theodore Roosevelt bukan menjadi tanpa salah, tetapi salanya lebih sedikit. Saya berusaha membentuk Amerika tersebut sekuat tenaga sebagai balasan saya atas apa yang telah saya terima dari negara tersebut. Hak lebih besar yang tak mungkin dapat diminta oleh siapa pun jua.” 



Sumber (Buku) : Anak Miskin Yang Jadi Masyur.

0 comments:

Post a Comment