EDWARD
BOK
(1863-1930)
redaktur
Seperti
kebanyakan perintis, Edward William Bok membuktikan bahwa teman-temannya
keliru. Sebab, mereka mengira bahwa Bok telah kehilangan akal sehatnya ketika
pada tahun 1889 Bok meninggalkan perusahaan penerbitan Charles Schribner’s Sons
di New York untuk pergi ke Philadelphia dan menerima jabatan sebagai redaktur
suatu majalah wanita. Mengapa? Mereka bertanya-tanya dengan penuh keheranan.
Mengapa ia membuang karier yang sudah mantap dan jelas memberikan harapan
padanya di New York – pusat dunia penerbitan – hanya untuk menjalankan
perusahaan yang pasti tidak dapat diharapkan di Philadelphia? Akan tetapi,
selama lebih dari tiga puluh tahun menjadi redaktur dan wartawan majalah
tersebut, satu kali pun Edward Bok tidak menyesali keputusannya. Ia menjadi seorang
perintis besar bagi kewartawanan modern Amerika. Dan ia memperkenalkan kesadaran
berwarga negara jenis baru yang jelas sekali ke dalam suasana Amerika.
Masa
kanak-kanak Edward Bok membuatnya biasa terhadap setiap perubahan-perubahan
mendadak di dalam lingkungannya. Ia lahir di Helder, Negeri Belanda, pada
tanggal 9 Oktober 1863. Selama beberapa generasi, keluarganya termasuk golongan
terkemuka di Nederland. Akan tetapi, serangkaian investasi yang tidak
menguntungkan telah menghapus seluruh kekayaan dan martabat mereka. Pada waktu
Edward dan orang tuanya tiba di Amerika pada tahun 1870, harta yang mereka
miliki tidak lebih dari barang serba sedikit dan serba tidak lengkap yang
mereka bawa. Tuan Bok bukanlah orang yang hanya mengeluh dan menyesali kemalangannya
yang telah berlalu. Mengingat bahwa anak-anaknya harus menjadi orang Amerika,
maka ia memutuskan bahwa prosesnya lebih baik harus dimulai seketika itu juga.
Maka dari itu, enam hari setelah kapalnya merpat di pelabuhan New York, ia
membawa kedua anaknya mencari sekolah negeri di Brooklyn. Walaupun sepatah kata
pun mereka tidak bisa bicara bahasa Inggris, tapi karena sudah cukup umur,
mereka dipaksa untuk masuk ke sekolah tersebut. Hal itu menimbulkan perasaan
tidak senang pada anak-anak di kelas lain.
Edward
yang berusia tujuh tahun itu bisa menghadapi situasi jelek tersebut dengan
sebaik-baiknya. Ia duduk dengan tenang dan pandai mengendalikan nafsunya,
menahan derita yang dilontarkan oleh teman kelasnya berupa ejekan dan hinaan.
Tapi ia peramah, suka bersahabat dan pintar bergaul. Dan tidak lama kemudian,
teman-temannya mengetahui bahwa Belanda cilik itu memepunyai permainan dan
sulapan yang menarik dan merupakan hal baru bagi mereka, yang ia bawa dari
negeri asalnya. Sebentar saja ia mereka terima sebagai teman.
Kedua
Bok kecil itu juga tidak menemui kesukaran dalam berjuang menyelesaikan
pekerjaan sekolahnya. Sewaktu masih kecil, ayahnya pernah belajar bahasa
Inggris di Negeri Belanda, dan anak-anak itu pun minta diajari pula. Selama
beberapa bulan, setiap malam kamar tamu keluarga Bok berubah menjadi tempat
kursus di mana bahasa yang mereka pakai berupa bahasa campuran Belanda dan
Inggris. Terutama Edward, ia mempunyai bakat bahasa, dan sebentar saja ia dapat
memimpin kelasnya menjadi unggul di sekolah negeri tersebut. Akan tetapi,
walaupun anak itu murid yang luar biasa, namun ia tidak dapat dipaksakan
melakukan sesuatu yang bertantangan dengan cara berpikirnya sebagai keturunan
Belanda yang baik. Pada suatu malam ketika sedang diadakan kursus bahasa
Inggris, ayahnya melihat tangan Edward luka dan bengkak. Ayahnya bertanya
mengapa. Edward kecil itu menjawab terus terang dan singkat, langsung pada
persoalannya pada waktu pelajaran menulis, ia disuruh menulis dengan tulisan
model Spencer yang saat itu sedang popular. Tetapi Edward tidak mau
melaksanakannya. Oleh karena itu ia dipukul oleh pak Guru karena sikapnya yang
kepala batu itu.
“Mengapa
kamu menolak melaksanakan perintah gurumu?” tanya Pak Bok.
“Karena
model tulisan itu tidak baik,” jawab anak itu tetap mempertahankan pendapatnya.
“Siapa yang akan menggunakan tulisan lucu yang melingkar-lingkar dan
berbelit-belit seperti itu dalam kehidupan sehari-hari?”
Edward
kemudian menunjukan bentuk penulisan yang “sederhana” kepada ayahnya. Bentuk
dan gaya itulah yang ia tetapkan untuk dipakainya sendiri. Pak Bok tidak
berkata apa-apa. Tetapi pagi harinya ia pergi ke sekola bersama dangan
anak-anaknya, dan di sana ia berbicara beberapa saat di ruang kepala sekolah.
Beberapa minggu kemudian keluarlah buku-buku baru yang harus dipakai oleh
seluruh sekolah. Model tulisan yang dipakai dalam buku tersebut adalah model
yang diperjuangkan mati-matian oleh Edward. Dalam tahun-tahun selanjutnya,
dimana mesin tulis belum banyak dipakai orang, Edward Bok memiliki modal besar
untuk mencari pekerjaan, yakni karena tulisan tangannya jelas, bagus bentuknya,
dan mudah dibaca.
Walaupun
Edward dan kakanya dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan Amerika, tetapi
keadaan rumah tangga Bok tidak begitu baik, tidak begitu menggembirakan. Tuan
Bok, yang berpendidikan liberal, tidak mempunyai pendidikan khusus yang cukup
untuk bekerja. Dan ia selalu memikirkan tentang ketidak mampuannya membiayai
keluarga. Istrinya, yang terlalu capek mengurus pemindahan keluarga yang berat
dan sulit itu, kini menderita sakit payah.
Kedua
anaknya berpendapat bahwa ibunya akan sembuh bila rumahnya bersih. Oleh karena
itu, dengan semangat kebersihan khas Belanda, mereka lalu membonkar dan
membersihkan seluruh isi rumah sampai setiap sudutnya licin dan mengkilat.
Kemudian mereka mulai memikirkan bagaimana caranya mencari uang.
Edward
mendapatkan pekerjaan yang pertama secara kebetulan pada suatu pagi, sewaktu ia
berjalan di trotoar, ia berhenti di muka etalase sebuah took roti, mengagumi
deretan kue dan pastel yang disusun di situ. “Nampak cukup bagus, bukan?” tanya
pemilik toko kepada anak kecil yang berdiri di luar kaca. “Ya memang tampak
bagus kalau kacanya lebih bersih,” jawab anak Belanda yang jujur itu “Benar,”
kata tukang roti mengiakan jawabannya. “Mungkin kau mau membersihkannya?” Anak
itu langsung menerima tawaran tersebut dan segera bekerja giat membersihkan
semua kaca etalase toko roti tersebut. Ketika melihat etalasenya bersih dan
bening, si tukang roti senang sekali dan menyuruh agara Edward membersihkanya
lagi setiap Selasa dan Jum’at, setelah pulang sekolah, dengan upah lima puluh
sen seminggu.
Tidak
lama kemudian, setiap ada waktu luang Edward pergi ke toko roti dan bekerja di
sana. Tetapi ia kemudian mempunyai ide lain. Keluarga Bok tinggal dekat jalan
raya antara Brooklyn dan Coney Island yang dilalui oleh kereta kuda yang
mengangkut penumpang umum. Pada musim panas, kereta-kereta tersebut selalu
berhenti di tempat tertentu untuk memberi minuman kudanya. Sementara kudanya
minum, biasanya para penumpang laki-laki lalu turun dan pergi ke warung
terdekat untuk membeli minum air es. Hal ini tidak mungkin dilakukan oleh
wanita dan anak-anak. Dengan demikian mereka terpaksa menahan haus sepanjang perjalanannya
sehingga perjalanannya menjadi tidak menggembirakan. Oleh karena itu Edward
lalu membeli ember kaleng baru dan beberapa buah gelas, dan kemudian berjualan
air es kepada orang-orang yang bepergian naik kereta dan kehausan. Ketika
muncul saingan penjualan air es lain, Edward lalu menambahkan air jeruk dan
gula sedikit pada minumannya, harganya dinaikkan, dan dengan demikian jualannya
tetap laku terus sehingga ia tetap mendapat uang.
Sebagai
anak sekolah, Edward Bok melakukan pekerjaan yang bagus sekali. Tetapi kemudian
ia mendapatkan banyak kesempatan yang jauh lebih baik lagi. Pada suatu hari ia
diundang menghadiri suatu pesta terdorong oleh bakat jurnalistiknya yang sampai
saat itu belum kelihatan, ia menulis laporan mengenai pesta tersebut, dengan
mencantumkan semua nama mereka yang hadir. Artikel tersebut kemudian dimasukan
ke surat kabar Brooklyn Eagle, dengan catatan bahwa setiap nama yang
dicantumkan dalam paragrap tersebut merupakan pembeli baru surat kabar itu.
Pada waktu itu belum ada surat kabar yang memimiliki departemen semacam itu.
Redaktur Brooklyn Eagle cepat melihat kemungkinan-kemungkinannya. Ia langsung
menawarkan kepada Edward tiga dollar setiap kolom untuk semua laporan
perkumpulan tersebut yang bisa ia suguhkan. Dalam waktu singkat anak itu mulai
memasukan dari dua kolom menjdi tiga kolom seminggunya, dan penjualan surat
kabar tersebut meningkat terus dan sangat laris hingga upah yang diterimanya
dinaikan menjadi empat dollar per kolom.
Kini
dengan tugas rutinnya di rumah, dengan pekerjaannya di toko roti, dengan
pekerjaannya menjual minuman dingin, dan dengan usahanya di bidang jurnalistik,
Edward mempunyai waktu lagi untuk mempelajari pelajaran sekolahnya. Ia minta
keluar sama sekali dari sekolahnya, tetapi ibunya keberatan. Edward
membicarakan hal tersebut lebih jauh lagi, tetapi dalam hati tekadnya sudah
bulat. Sementara Pak Bok telah mendapat pekerjaan sebagai penterjemah di
perusahaan Western Union Telegraph Company, jabatan yang cocok sekali baginya
sebab ia memiliki bakat menguasai bermacam-macam bahasa dengan mudah. Pada
suatu malam ia bercerita bahwa pelayan kantor di bagiannya keluar. Edward
langsung tertarik pada lowongan tersebut. Bagaimanapun juga ia harus
mendapatkan pekerjaan tersebut pada usia tiga belas tahun Edward Bok bekerja
pada Western Union dengan gaji enam seperempat dollar seminggu. Walaupun anak
itu sekarang sudah keluar sama sekali dari sekolahnya, namun tidak berarti
bahwa pendidikannya berakhir. Pikirannya cerdas dan selalu ingin tahu, ingin
berkembang terus ia mengatakan sendiri bahwa ia harus mancapai pendidikan yang
setaraf dengan perguruan tinggi. Setiap malam ia mempelajari kehidupan
orang-oarang terkenal, ingin mengetahui bagaimana mereka menempuh jalan
hidupnya. Pada masa itu, biografi yang ada hanya berupa riwayat singkat di
dalam Appleton’s Encyclopedia di
perpustakaan umum. Edward tidak bisa mengunjungi perpustakaan itu, sebab selama
jam kerja ia juga bekerja. Oleh karena itu ia memutuskan untuk membeli sendiri
ensiklopedia tersebut satu set lengkap. Untuk maksud ini ia menyisihkan
sebagian uang makan siangnya, dan menyimpan uang transportnya. Dengan demikian
setiap hari ia harus berjalan kaki delapan kilometer ke tempat kerjanya dan
tidak lagi naik kereta. Akhirnya uangnya bisa terkumpul dan dengan bangga ia
membeli ensiklopedia itu satu set.
Pada
satu hari timbul pikirannya untuk membuktikan kebenaran biografi-biografi yang
dibacanya. Ketika itu James A. Grafield diangkat menjadi Presiden Amerika
Serikat. Ia kemudian menulis surat kepada Jendral Garfield, menceritakan
tentang apa yang ia baca dan menayakan apakah cerita tersebut benar. Jendral
Garfield merasa senang sekali membaca surat anak kecil yang polo itu. Ia
langsung menawabnya. Jawabannya demikian lengkap mendetail hingga anak itu
bergegas menunjukannya kepada ayahnya.
“Bukan
main, Anakku!” seru Tuan Bok, “ini merupakan dokumen yang berharga sekali.
Simpanlah dan jagalah sebaik-baiknya.”
“Betulkah
itu?” kata Edward dalam hati. “Kalau demikian kenapa tidak mulai mengumpulkan
surat-surat autograf?” Setiap orang memiliki sesuatu. Dan surat asli yang
ditulis sendiri oleh orang termasyur pastilah berisi informasi yang banyak
sekali.
Hasilnya
sangat menarik. Oleh Jendral Grant anak itu dikirimi sket yang menunujukan
tempat yang tepat di mana Jendral Lee menyerah kepadanya. Longfellow
menceritakan asal mula ia menulis puisi Exelsior.
Tennyson mengirimkan kepadanya dua atau tiga bait syairnya yang berjudul The Brook disertai dengan beberapa nasehat bagus yang
menentang pemakaian bahasa logat. Kemudian, pada suatu hari datang surat dari
Jendral Konfederasi, Jendral Jubal A. Early, menceritakan kepada anak itu
mengapa ia membakar Chambersburg. Seorang teman menyarankan agar cerita menarik
ini dimasukan ke surat kabar Tribune,
sebab hal tersebut pasti menarik para pembacanya. Oleh surat kabar tersebut,
surat itu dimuat bersam dengan artikel tentang Edward Bok dan koleksinya yang
unik. Akhirnya hal tersebut menjadi pokok pembicaraan nasional. Tidak lama
antaranya, referensi-referensi dalam bentuk surat mulai berdatangan dari orang-orang
terkenal yang ia surati. Mereka mengatakan bahwa mereka telah membaca tentang
koleksinya, dan mereka merasa senang sekalali kalau namanya diamasukan di
dalamnya. Tidak sedikit yang menyatakan keinginannya untuk mengenal anak itu
secara pribadi. Dengan demikian Edward mulai bisa melihat orang-orang terkemuka
di New York muncul di surat kabar. Kemudian ia mendatangi mereka. Begitulah
cara Edward bersahabat dengan Jendral Grant dan Nyonya Grant, Jendral Sherman,
Nyonya Abraham Lincoln, Jefferson Davis, dan masih banyak lagi yang lainya.
Koleksi
autograf Edward ini sangat mengasiakn dan ternyata memeberikan pendidikan
tersendiri. Aka tetapi, seperti halnya hobi lain pada umumnya, hobi ini mahal.
Dan dengan penghasilan yang mini itu Edward merasa sulit sekali mengatasi hal
tersebut. Mengenai biaya ini dia pikirkan pada suatu hari ketika sedang makan
siang di warung. Orang di dekatnya membuang bungkus rokok. Tanpa disadari
secara otomatis Edward memungut gambar tersebut yang ternyata gambar foto actor
terkenal pada masa itu. Di bawah gambar tersebut tertulis pesan, bahwa bila si
pembeli rokok mau mengumpulkan semua gambar pada bungkus rokok seperti itu,
akhirnya ia pasti memiliki album berharga berisikan actor dan aktris yang
terkenal dijamannya. Ketika gambar tersebut dibalik, ternyata halaman
sebelahnya kosong. “Mengapa mereka tidak menyebutkan nama actor ini?” pikirnya
dalam hati. Tiba-tiba ia berdiri tersentak. Inilah jalan untuk membiayai
hobinya. Dengan ide ini semangatnya langsung meluap gembira dan ia bergegas menuju
ke penerbitan Knapp Lithographic Company yang mencetak gambar-gambar
aktor-aktris pada bungkus rokok semacam itu. Di situ ia menjelaskan mengenai
rencananya. Seketika itu juga Tuan Knapp langsung menjawabnya. “Kau akan ku
berikan sepuluh dollar untuk setiap artikel, jikalau kau menulis seratus
biografi dari orang-orang Amerika terkenal. Satu biografi cukup ditulis dengan
seratus kata saja. Untuk itu saya minta dikirimi daftarnya, dan daftar tersebut
hendaknya dikelompokkan secara terperinci, misalnya kelompok negarawan,
pengarang, serdadu, aktor, dan seterus.”
Dengan
demikian Edward Bok betul-betul mendapatkan komisi karyanya yang pertama kali.
Menurut perasaan si penerbit kecil ini, hal tersebut merupakan keberhasilan yang
kelewat besar. Pekerjaannya mulai menggunung hingga ia merasa kewalahan. Oleh
karena itu ia lalu mengambil dua orang pembantu untuk mengumpulkan materi bagi
biografi-biografi tersebut, sementara ia memuaskan dirinya dengan pekerjaan
penerbitannya sendiri.
Hobi
Edward menyebabkan ia mempunyai kesempatan terbesar di masa mudanya. Beberapa
bulan sebelumnya ia mengikuti kursus steno dengan maksud agar bisa membuat
catatan dengan cepat bila mewawancarai seseorang. Pada waktu ia sedang
giat-giatnya belajar setno, ia mendapat tugas penting. Ia harus menghadiri
makan malam kenegaraan di New York dan harus memebuat laporan mengenai pidatao
Presiden Hayes pada perjamuan tersebut. Wartawan muda itu berangkat dengan
gembira dan semangat yang menyala-nyala. Begitu Presiden berdiri memeberikan
sambutannya, ia langsung membuka buku catatannya. Selama satu atau dua menit
semua berjalan dengan lancar. Akan tetapi kemudian Edward merasa Presiden
berbicara jau lebih cepat dari pada larinya pensil di tangannya. Anak itu
merasa gelisa seakan-akan waktunya berlalu sebelum perjamuan selesai dan para
tamu telah meninggalkan meja. Akhirnya upacara selesai, dan Edward, yang tetap
tidak merasa takut, cepat-cepat menemui Presiden dan memperkenalkan diri.
Edward memberitahukan mengenai tugas yang dipercayakan kepadanya, dan
menjelaskan betapa pentingn arti tugas tersebut baginya. Ia bertanya apakah
mungkin ia mendapatkan teks pidato tersebut. Presiden tergerak hatinya oleh
sikap yang terusterang dan menunjukan kesungguhan itu. Presiden memanggil ajudannya
dan minta agar anak itu diberi teks pidatonya saat itu juga. Pagi harinya,
hanya surat kabar Edward sajalah yang memuat pidato Presiden itu secara
lengkap, persis sama dengan yang diucapkan pada waktu upacara berlangsung.
Peristiwa
tersebut tidak hanya berhenti sampai di situ saja. Hari berikutnya, ketika
Edward pulang dari kerja, ia menerima kartu kecil dari Presiden Hayes dan
Nyonya. Mereka mengundang Edward untuk datang ke rumah sore itu pada pukul
setengah sembilan malam. Edward bergegas mengenakan pakaiannya yang paling
bagus dan segera berangkat menjalani petualangan yang besar ini – yakni bertemu
di tempat kediaman Presiden Amerika Serikat. Itulah awal persahabatan mereka
yang mulia. Mulai saat itu, Presiden menaruh minat yang tidak kunjung padam pada
karier anak itu, dan ia selalu memberikan nasihat-nasihat yang bagus dan
bermanfaat sekali. Suratnya yang terakhir datang pada tahun 1892, beberapa saat
saat sebelum wafatnya. Surat tersebut diakhiri dengan ucapan “terima kasih dan
salam hangat dari sahabatmu, Rutherford B. Haves”. Di bawahnya ada tambahan
singkat, “Terima kasih, terima kasih atas persahabatanmu yang tetap abadi.”
Sudah
barang tentu, kegemaran Edward Bok mengumpulkan autograf atau riwayat hidup
yang ditulis oleh orang yang bersangkutan ini membuat ia rajin membaca
karya-karya para pengarang yang ia kirim surat. Ia menjadi lekat dengan
kelompok New England seperti: Longfellow, Holmes, dan Emerson. Kekuatan dan
dorongan filsafat Emerson yang luar biasa itu sangat menarik perhatian anak tersebut.
Ia tidak jarang mengantongi esei fisuf besar itu dan membacanya selama pulang
pergi ke kantornya. Oleh karena para pengarang New England jarang pergi ke New
York, maka sewaktu Bok mendapat cuti seminggu, ia pergi ke Boston mengunjungi
mereka. Ia makan pergi bersama Dr. Homles, dan siangnya hampir seharian ia
bersama Longfellow yang malamnya mengajaknya menonton ke teater. Ia berjumpa
dengan Wendell Phillips dan Phillips Brooks, Lousia Alcott dan keluarga
Emerson, William Lloyd Garrison, Lurcretia Mott dan masih banyak lagi orang
kenamaan lainnya. Dalam perjalanan pulang, anak itu semalaman duduk terus di
kereta siang, nukan karena menghemat ongkos kereta tidur, akan tetapi karena ia
tidak ingin melupakan begitu saja kenangan liburan yang paling mengagumkan yang
pernah ia alami. Dalam perjalanan tersebut kesan-kesan yang baru dialaminya
disusun teratur dalam buku catatannya.
Tidak
berapa lama kemudian. Edward menjadi redaktur majalah lokal milik gereja
bernama The Brooklyn Magazine. Dalam
waktu singkat, majalah tersebut melonjak menjadi majalah nasional yang menonjol
disebabkan oleh karena isinya memang ajaib, sangat menarik, pada
terbitan-terbitan pertamanya memuat artikel karangan Presiden Hayes, Wendell
Phillips, William Dean Howells, Jendral Grant dan Marion Harland. Ini sungguh
merupakan barisan orang termasyur yang bukan main sehingga memikat pembacanya.
“Bagaimana mereka bisa berbuat demikian?” orang-orang saling bertanya satu sama
lain. “Yang pasti, gereja tidak mungkin mampu membeli bahan-bahan seperti itu.”
Bok tersenyum sendiri. Setiap kisah yang dimuat dalam artikel tersebut
merupakan hadiah yang disampaikan kepadanya dari teman-temannya yang
menginginkan agar ia dapat berhasil dalam kedudukannya yang baru. Dengan
pengalaman-pengalamannya di Brooklyn
Magazine, redaktur mudah itu menjadi yakin bahwa karier yang tepat baginya
terletak pada penerbitan dan penelitian naskah. Ia kemudian berhenti bekerja
dari Western Union, dan pergi ke perusahaan penerbitan Henry Holt and Company.
Dari sana ia pindah ke Charles Scribner’s Sons. Di Scribner’s ia menjadi
sekretaris pada dua orang kepala redaktur. Dalam jangka waktu satu atau dua
tahun ia mempelajari segala detil perusahaan penerbit dan menguasai seri dunia
sastra. Ia merasa yakin akan masa depan yang cerah bersama perusahaan tua yang
sudah mantap tersebut. Tetapi semua itu kemudian berubah, disebabkan oleh salah
satu perbuatan sampingannya. Ia melakukan tindakan-tindakan kecil sampingan
seperti itu banyak sekali jumlahnya.
Kira-kira
satu tahun sebelumnya, dalam benaknya timbul gagasan – yang pada waktu itu
belum terdengar – untuk menjual artikel-artikel yang sama kepada sejumlah surat
kabar, yang peredaraannya luas sampai dimana-mana, untuk diterbitkan pada hari
yang sama. Rencananya dapat dilaksanakan dengan hasil baik, dan tidak berapa
lama kemudian The Bok Syndicate Press
diorganisasikan dengan sebuah kantor New York yang pengurusannya diserahkan
kepada kaka Edward. Salah satu keistimewaannya ialah adanya halaman khusus
untuk wanita. Ini merupakan hal yang pertama kali muncul, sebab pada waktu itu,
orang yang berani menulis artikel pada halaman seperti itu, maka orang tersebut
termasuk orang yang sungguh-sungguh pemberani. Para pengejek menandaskan bahwa
wanita Amerika, pada umumnya, bukanlah pembaca surat kabar. Kepada para
pengejek tersebut, si redaktur berjiwa muda itu menjawab, “Tentu saja mereka
bukan pembaca surat kabar, sebab di dalam surat kabar tidak ada satu pun yang
menarik mereka.” Ia terus mengisi halaman wanita dengan artikel-artikel yang
menarik. Akibatnya, banyak sekali surat pujian dan dukungan yang berdatangan
dari seluruh pelosok negara. Di Philadelphia, ketika Cyrus Curtis melihat
halaman wanita tersebut, ia cepat-cepat berangkat ke New York. Ia mengajukan
pertanyaan singkat, “Apakah Bok muda mau ke Philadelphia untuk menjabat sebagai
redaktur The Ladies’ Home Journal?”
Edward Bok dihadapkan pada masalah paling
berat, yakni membuat keputusan tentang kariernya. Ada suatu tantangan menarik
dalam usaha baru tersebut, akan tetapi jikalau ia gagal, ia tidak hanya
mengorbankan masa depannya saja, akan tetapi pasti menjadi bahan ejekan dan
cemohan semua orang. Dengan pikirannya yang praktis, ia mempertimbangkan
situasinya dengan saksama. Pagi harinya ia naik kereta api menuju Philadelphia
untuk memulai kariernya yang dipegangnya selama tiga puluh tahun.
Atas
usaha Bok, The Ladies’ Home Journal
berkembang menjadi salah satu majalah yang paling progresif di Amerika.
Tujuannya demokratis. Majalah tersebut tidak hanya ditujukan kepada segelintir
orang tertentu, tetapi diperuntukan bagi pembaca yang memiliki kecerdasan
menengah. Dan bagi pembaca biasa itu Bok memutuskan bahwa tidak ada sesuatu yang
terlalu bagus. Ia mencari bahan-bahan terbaik dengan menggunakan bakat
sastranya. Ia mempersembahkan artikel-artikel yang informatif tetapi tetapi
menyenangkan dan sedang hangat-hangatnya dipertanyakan orang. Dan melalui tajuk
rencananya ia selalu berkampanye demi perbaikan Amerika. Tidak ada fasse
kehidupan Amerika yang tidak menyentuh hati dan pikirannya. Ia senantiasa
memikirkan soal kehidupan Amerika. Serangannya yang keras terhadap
reklame-reklame penjual obat berpaten yang kejam dan menyesatkan membangkitkan sentimen
masyarakat terhadap diterimanya Undang-undang Makanan Murni dan Obat. Ia juga
merasa sedih dengan keadaan khas rumah Amerika yang jelek. Tidak lama kemudian,
di halaman The Ladies’ Home Journal muncul
perencanaan konstruksi arsitektur lengkap untuk sejumlah rumah kecil menarik
bagi orang-orang yang berpenghasilan menengah. Beberapa tahun kemudian, ia
mulai melawan sikap konservatif dengan meresmikan satu bagian baru di mana para
ibu muda bisa mendapatkan petunjuk dan nasihat ilmiah yang tepat untuk merawat
bayi mereka. Dia memperkenalkan seni kepada masyarakat Amerika. Selama beberapa
bulan The Ladies’ Home Journal menurut serangkaian reproduksi yang bagus sekali
dari karya-karya besar, yang kebanyakan belum pernah terlihat di Amerika.
Salah
satu ciri kuat dari sifat Edward Bok ialah rasa tanggung jawanya yang dalam
terhadap para pembacanya. Ia tahu betul bahwa redaktur yang majalahnya dibaca
oleh ribuan keluarga dapat menggunakan kekuasaannya yang luar biasa untuk
berbuat baik atau jahat. Melalui jabatannya sebagai redaktur, ia senantiasa
menggunakan seluruh tenaga dan energi yang dimilikinya untuk membuat majalahnya
sebagai alat yang berpengaruh demi perbaikan dan kemajuan.
Walaupun
tugas-tugas profesi Bok sulit dan harus teliti serta tepat, namun ia memiliki
saat-saat yang penuh kegembiraan dan kebahagiaan bagi hidup pribadinya. Pada tahun
1896 ia menikah dengan Mery Louise Curtis dan kedua anaknya, Curtis serta Cary,
menjadi sumber kebahagiaan besar baginya. Tanah miliknya di Marion, sebuah kota
satelit di Philadelphia, tidak pernah menjadi tempat pameran, tetapi merupakan
rumah Amerika yang penuh keramahan, berlimpahkan kehangatan dan persahabatan. Salah
satu sahabat kentalnya ialah Theodore Roosevelt. Acapkali kedua sahabat itu
pada malam hari membicarakan bersama mengenai persoalan dunia “sebagai orang
Belanda kepada orang Belanda lain”, sebab keduanya bangga pada nenek moyang
mereka, orang Belanda.
Edward Bok tidak pernah beranggapan bahwa
seseorang harus bekerja terus dengan kecepatan tinggi sampai akhir hayatnya. Ia
melihat di sekelilingnya banyak orang tua yang hancur hidupnya lantaran
mengejar hal tersebut. Bagi Bok sendiri, ia merasa bahwa dua puluh lima tahun
menjadi penerbit sudah cukup. Tetapi ia mendapat rintangan dengan pecahnya
Perang Dunia I, dan baru tahun 1919 ia mengosongkan kursi redakturnya. Ketika ia
mengundurkan diri, sirkulasi The Ladies’ Home Journal sudah meningkat menjadi
lebih dari dua juta eksemplar dan merupakan majalah paling berharga di dunia.
Bagi
Bok, pensiun bukan berarti menganggur. Hal itu hanyalah berarti kesempatan lain
untuk mengabdi pada sesama. Minatnya tiada terbatas. Dengan kekayaan serta
pengaruhnya, sekarang ia berusaha keras untuk meningkatkan hidup orang
kebanyakan. Ia memberikan sumbangan besar kepada Persatuan Orkes Philadelphia,
tetapi dengan sayarat bahwa persatuan itu harus membuka pintunya bagi orang
kebanyakan. Ia menganjurkan dan berusaha keras agar di setiap kelompok
masyarakat dibuat taman dan tanah lapang tempat bermain serta berolah raga. Ia benci
sekali terhadap perang, dan untuk ini ia menawarkan hadiah yang besar sekali
bagi perencanaan perdamaian abadi yang terbaik.
Edward
Bok tutup usia pada tanggal 9 januari 1930, dan dimakamkan di kaki Monumen yang
ia bangun, Florida Singing Tower. Momen tersebut, yang merupakan tempat
perlindungan burung yang indah sekali, dibangun persis seperti The Island of Nightingales di negara nenek
moyangnya, Belanda. Riwayatnya bukanlah riwayat murah dan cepat berhasil,
tetapi riwayatnya seorang anak yang kuat yang memberikan jasa kepada Amerika
sebanyak yang ia peroleh dari negara tersebut dalam bukunya yang berjudul The
Americanization of Edward Bok, Amerikanisasinya Edward Bok, ia menuliskan
pahamnya sebagai berikut: “Saya tidak minta hak yang lebih besar daripada
melihat Amerika seperti yang saya pikirkan, sebab Amerikanya Abraham Lincoln
dan Theodore Roosevelt bukan menjadi tanpa salah, tetapi salanya lebih sedikit.
Saya berusaha membentuk Amerika tersebut sekuat tenaga sebagai balasan saya
atas apa yang telah saya terima dari negara tersebut. Hak lebih besar yang tak
mungkin dapat diminta oleh siapa pun jua.”
Sumber (Buku) : Anak Miskin Yang Jadi Masyur.
0 comments:
Post a Comment