George Washington Carver
(1859-1943)
ahli
botani
Kemampuan
yang tinggi dan bakat spiritual yang besar tidak mengenal ras, kepercayaan,
maupun warna kulit. Secara sederhana kenyataan ini dibuktikan oleh kehidupan
George Washington Carver.
Sebenarnya
ironis sekali bahwa ilmuan Negro yang lemah-lembut ini, dengan bakatnya dapat
memperkaya serta menyejahterahkan seluruh bangsa manusia, dilahirkan di
tengah-tengah kecamuk perang saudara di Amerika. Tempat kelahirannya Diamond
Grove, Missouri, tetapi tanggal lahirnya yang pasti tidak jelas. Bahkan nama
pun tidak punya. Hal ini disebabkan oleh karena ibunya, Mary, seorang budak
pada keluarga Moses Carver. Anak kecil itu hanya dikenal dengan sebutan
Carver’s George. Setelah ia menginjak bangku sekoalh barulah ia mendapat nama
kehormatannya: George Washington Carver.
Walaupun
begitu, George mengalami masa kecil yang bahagia. Moses Carver orang baik,
seorang petani yang giat bekerja keras, dan tidak setuju dengan perbudakan. Ia
terpaksa membeli beberapa budak karena tidak bisa mendapat bantuan tenaga
dengan cara lain untuk mengelolah sawanya. Ia dan istrinya sayang sekali kepada
si kecil George, yang dulu mereka selamatkan dari tangan para penculik. George
ditebus dengan seekor kuda. Keluarga Moses Carver memperlakukan George sebagai
anaknya sendiri. Ia memang diberi tugas melaksanakan pekerjaan sehari-hari
seperti membersihkan rumah, memberi makan ayam, dan menyiangi rumput di
gang-gang dalam kebun sekitar rumah. Tetapi sesudah itu ia bebas. Ini berarti bahwa
ia dapat menemukan dunianya sendiri yang istimewa dan ajaib. Ia senang dan
pandai bergaul dengan tumbuh-tumbuhan, benda berdaun hijau. Dengan gembira ia
berjalan-jalan di antara pepohonan, dan di sana sini ia berhenti untuk
mengambil batu gemerlapan atau rerumputan atau segala sesuatu yang belum pernah
dilihatnya. Saku bajunya menjadi laboraturium istimewa. Benda-benda yang
dikumpulkan dalam sakunya, sesampainya dirumah dikeluarkan semua, dan pada
waktu senggang barang-barang tersebut diamati serta diselidiki dengan cermat
dan saksama. Seluruh isi rumah dan tetangganya tersenyum geli melihat anak yang
lucu itu, dan George diberi julukan The Plant Dokter, Dokter Tanaman.
Dunia
ini seluruhnya menimbulakn tanda tanya bagi George yang masih kecil itu. Dari
Ny. Carver, George mendapat guru tua, yang sudah bertahun-tahun tinggal
dirumahnya. Dengan demikian George bisa belajar dengan tak henti-hentinya dan
senantiasa merasa tidak puas dengan apa yang diperolehnya. Ia senang membaca dan
dari bacaan-bacaan tersebut ia dapat mengenal nama benda-benda, akan tetapi ini
tidak cukup. George ingin mengetahui segala sesuatu sejlas-jelasnya, mengapa
ini begini, mengapa itu begitu. Di sekitar tempat tinggalnya tidak ada sekolah
bagi anak Negro. Jadi tidak jelas bagaimana ahli biotani muda itu akan
mendapatkan pendidikan yang ia dambakan. Akhirnya George sendirilah yang
memecahkan persoalannya. Ia menghadap keluarga Caver dan mengutarakan bahwa ia
mau pergi untuk mencari sekolah. Keluarga Caver memandang anak tersebut, dan
melihat keinginannya yang bernyala-nyala yang memancar dari wajahnya serta
matanya yang berkaca-kaca penuh harapan, mencerminkan hasratnya yang besar.
Dengan demikian mereka tidak bisa menolak permintaan George.
George
sama sekali tidak memiliki keragu-raguan akan masa depannya. Seperti seorang
kerdil kecil yang berani, ia berangkat mencari tujuannya. Pertama kali ia
berhenti di kota Neosho, Missouri dan di situ untuk pertama kalinya pula ia
tidur di atas tumpukan balok kayu. Di Neosho terdapat sekolah yang dicari, dan
keesokan harinya ia memasuki ruangan yang penuh muridnya. Ia merasa suka cita
yang bukan main besarnya. Tidak sampai setahun ia telah menguasai seluruh
pelajaran yang dapat diberikan di sekolah tersebut, dan ia menemukan banyak hal
yang menakjubkan yang tidak dapat ia temukan di dalam buku. Ia merasa senang
dapat menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan sederhana. Untuk mendapatkan nafkah, ia
bekerja sebagai tukang masak, pembersih rumah, dan sebagai tukang cuci. Ia
menjadi ahli menjahit, membordir, dan merajut. Ia berhasil mencontoh pola renda
yang sulit sekali. Ia sama sekali tidak merasa bahwa pekerjaan semacam itu
sebenarnya bukanlah pekerjaan anak laki-laki. Baginya, semua itu merupakan
besarnya minat untuk belajar.
Pola
dan maksud pengembaraan George menjadi jelas. Ia pergi ke kota, membuka usaha
sebagai tukang penatu, dan belajar di sekolah terdekat. Setelah sekolah
tersebut tidak bisa memberinya pelajaran lebih jau lagi, ia lalu keluar dan
pergi lagi dari kota tersebut. Dalam perjalanan hidupnya ia mengalami masa
gelap di mana ia harus menghadapi kekejaman serta kecurigaan yang diderita oleh
sukunya, bangsa Negro. Tetapi dalam banyak hal ia bertemu dengan orang-orang
yang baik hati dan yang mau membantunya. Dengan usahanya sebagai pencuci dan
penatu, George mendapat banyak teman dan mereka menjadi sahabatnya seumur
hidup.
Pengembara
muda itu tidak pernah mengetahui dangan jelas apa sebenarnya syarat-syarat yang
diperlukan untuk masuk perguruaan tinggi. Tetapi pada suatu hari ia merasa bahwa
dirinya sudah siap masuk perguruan tinggi. Oleh karena itu ia lalu menulis
surat lamaran ke Universitas Highland. Beberapa hari kemudian ia mendengar
bahwa ia diterima. Ketika ia dating ke universitas tersebut untuk mendaftarkan
diri, George melihat pejabat yang menemuinya nampak bingung, gelisah dan malu.
Ia berputar bolak balik di kursinya dan kemudian mengatakan sesuatu kepada
George. Apa yang dimaksud oleh pejabat tersebut jelas. Ia minta maaf karena
sebelumnya tidak memberitahu kepada George bahwa sekolahnya tidak menerima
orang Negro. George sama sekali tidak merasa sakit hati. Ia cuma merasa sedikit
kasihan kepada pejabat kulit putih yang mukanya jadi merah karena malu.
Oleh
George Carver hal tersebut hanyalah dipandang sebagai salah satu pengalaman
hidup. Ia juga tidak mau repot-repot menjelaskan bahwa penolakan tersebut
sebenarnya menghambat atau merupakan kemunduran bagi rencananya. Untuk biaya
perjalanan dengan kereta api ke sekolah tersebut ia telah menghabiskan seluruh
uang simpanannya. Kini ia harus menunggu tahun depan lagi.
Lima
tahun kemudian, Simpson College di Indianola, lowa, merasa bangga sekali bahwa
George Washington Carver dulunya pernah menjadi salah seorang mahasiswanya.
Pada tahun 1890, sekolah budaya itu sendiri pun tidak mengetahui apa yang harus
diperbuat dengan George sewaktu pada suatu hari ia datang dengan susah payah ke
perguruan tinggi tersebut untuk mendaftarkan diri masuk ke situ mereka senang
pada semangatnya, akan tetapi mereka dapat mengesampingkan begitu saja mengenai
latar belakang pendidikannya yang tidak menentu tersebut. Dan ia meminta dengan
sangat untuk mengambil jurusan yang salah. Semestinya ia harus mengambil
jurusan yang dapat membantu dia mencari uang, akan tetapi ia malah ingin masuk
jurusan seni. Akhirnya mereka mengambil suatu kompromi. Ia boleh masuk jurusan
seni, akan tetapi ia harus mengikuti pelajaran-pelajaran praktek.
George
berhati lemah-lembut, tapi juga keras kepala. Ia tidak mau ditipu sehingga
kehilangan kesempatan baik ini untuk menciptakan barang-barang indah seperti
yang selalu diimpi-impikannya. Sedikit demi sedikit ia berhasil merebut hati
Nona Etta Budd, ketua jurusan seni. Ia sangat disayangi oleh Nona Budd. Dengan
rasa enggan, Nona Budd setuju menerima George di kelasnya selama masa
percobaan. Jikalau ternyata George bakatnya cuma kecil, maka ia harus kembali
ke pekerjaan prakteknya. Tetapi akhirnya ternyata George terus mengikuti
pelajaran Nona Budd selama ia berada di Simpson, dan pada tahun 1893 salah satu
lukisannya memperoleh sebutan terhormat pada pameran Chicago World Fair.
Kepada
sahabat-sahabatnya di rumah, mahasiswa muda itu mengirimkan surat yang
berapi-api menceritakan mengenai kehidupannya selama di perguruan tinggi.
Minggu-minggu pertama dirasakannya sangat berat dan ia hampir kelaparan sampai
tersiar mengenai usahanya sebagai penatu. Akan tetapi sebentar saja ia menjadi
tokoh yang terkenal dan populer di kampus. Ia menonjol di segala bidang. Dalam
grup diskusi, dalam kelompok paduan suara sekolah, di lapangan baseball semua
teman kelas luapa akan warna kulitnya dan menerima George dengan gembira,
hangat, dan sepenuh hati. Dalam perlakuan seperti itulah George berkembang dan
maju terus.
Nona
Budd itulah yang menanyakan dengan terus-terang kepada George tentang apa
sebenarnya yang ia tuju dengan pendidikannya. Dan George sendiri merasa sedikit
terkejut pada jawabannya sendiri. Sampai saat itu, ia sama sekali belum pernah
memikirkan apakah ia akan menjadi guru atau menjadi seniman. Sekarang dengan
kematangan jiwanya, timbullah suatu cita-cita, suatu keinginan untuk membantu
dan mengabdi kepada rasnya, bangsa Negro. Untuk ini jelas bahwa jalan paling
baik untuk mengabdi bangsanya ialah melalui bidang pertanian.
Memilukan
sekali rasanya bagi George untuk meninggalkan Simpson. Akan tetapi, pada tahun
1891 ia masuk ke lowa State College of Agriculture and Mechanics Arts. Di bawa
bimbingan James G. Wilson, direktur jurusan pertanian, dan Hanry Canwell
Wallace, professor pertanian, pemuda Carver sebentar saja sudah terpikat dan
tekun dalam pelajarannya yang baru. Kedua orang tersebut, yang termasuk orang
paling mampu dalam bidangnya di Amerika Serikat, mempunyai peranan yang tidak
kecil dalam pembentukan masa depan George. Mereka bukan hanya sebagai gurunya,
tetapi juga sebagai sahabatnya. Tiga puluh tahun kemudian, ketiga orang
tersebut masih tetap tukar menukar ide dan membahas bersama secara mendalam
semua persoalan yang mereka hadapi dalam pekerjaan masing-masing.
George
Carver lulus dari lowa State College pada tahun 1894 dan langsung diangkat
menjadi anggota fakultas tersebut, diserahi menangani botani sistematik. Ia
kadang-kadang berpikir bahwa ia senang tetap tinggal bersama orang-orang yang
sudah cocok dan menyenangkan ini, sebab dengan mereka telah terjalin rasa
kekeluargaan. Akan tetapi, pada tahun 1896 datang panggilan yang selalu ia
nanti-nantikan. Booker T. Washington menulis surat, minta apakah Profesor
Carver yang muda itu dapat diyakinkan supaya mau datang ke Tuskegee Institute.
Untuk ini perlu dibicarakan dengannya. Oleh para pendiri Tuskegee Institute,
sekolah tersebut dimaksudkan sebagai tempat pendidikan dasar progresif bagi
oaring Negro. Mereka yang telah lulus dari situ harus mengajar teman-temannya,
dan selanjutnya mereka yang telah mendapat pelajaran tersebut harus memberikan
pengetahuannya kepada yang lain hingga buah dari sekolah itu menjalar keseluruh
generasi. Pada waktu institute menunjuk George Carver menjadi ketua jurusan
pertanian, jurusan baru, mereka tidak menyadari betapa pentingnya langkah yang
mereka ambil itu. Sebab, dalam tahun-tahun berikutnya, jurusan pertanian di
Tuskegee mempunyai penggaruh yang penting sekali dalam perekonomian Selatan,
pengaruh yang sama bagi orang Negro dan orang kulit putih.
Tetapi,
untuk sementara waktu jurusan yang dipimpin Dr. Carver hanya berupa kertas
saja. Lemari-lemari masih kosong dan laboraturium yang diperlukan sama sekali
belum ada. Tidak ada alat, tidak ada mata pelajaran tertentu yang dapat
diberikan secara teratur. Dan ketiga belas muridnya yang ingin maju itu terdiri
dari anak-anak yang beraneka ragam bakat dan dasar pendidikannya. Orang yang
berakal sehat pasti cepat-cepat meninggalkan tempat kerja semacam itu dan
kembali ke laboratorium yang berperalatan serba lengkap di lowa State.
Berakal
sehat atau tidak, tetapi Goerge Carver, dengan tidak berpaling ke masa lampau,
tetap ke dalam pekerjaan yang mengikatnya selama hampir lima puluh tahun itu.
Dalam waktu satu tahun ia telah berhasil menyusun kurikulum dengan baik yang
secara fleksibel dapat memenuhi kebutuhan murid-muridnya. Kecuali itu ia juga
berhasil membangun laboratorium bagus dari sisa-sisa bahan yang ia peroleh di
sekitar kampus – potongan-potongan kawat dan kabel serta tutup-tutup botol. Ia
menyayangi murid-muridnya dan merasa bertanggung jawab sepenuhnya pada
anak-anak yang dengan susah paya dan memulai jalan yang sulit berusaha masuk ke
sekolah tersebut Ia memberikan pelajaran dengan penuh semangat, diselingi dengan
kelakar dan humor yang menggembirakan. Ia juga tidak marah bila diserang dan
dijadikan korban kelakar murid-muridnya walaupun ia sudah tau. Pada suatu hari
seorang anak berbadan besar datang ke mejanya sambil tersenyum. Anak itu
menaruh seekor binatang di hadapanya. Binatang tersebut kelihatannya aneh.
Rupanya sebagian seperti lalat, sebagian seperti kumbang dan sebagian lagi
seperti labah-labah. George memandanginya dengan serius.
“Profesor
Carver tahukah Bapak binatang apakah ini?” tanya anak tersebut. “Binatang ini
namanya binatang bastar,” jawab Bapak Guru tersebut sambil tersenyum.
Mengajar
memang merupakan pekerjaan yang ia senangi. Akan tetapi, tidak lama kemudian
ilmuan mud itu merasa bahwa bekerja di kelasnya saja tidak cukup.
George
Washington Carver mencintai daerah Selatan seperti halnya seseorang mencintai
kampung halaman tempat kelahirannya. Akan tetapi ia selalu dibayangi oleh
kemiskinan daerah tersebut. Para petani
sedih sekali sebab tanahnya tandus, ladangnya hangus, dan mereka tidak
mempunyai harapan sama sekali akan masa depan mereka yang suram itu. Berkat
bakat istimewanya, yakni bisa melihat sesuatu lebih jau dan lebih dalam
daripada manusai biasa, George Carver melihat bahwa daerah Selatan merupakan
daerah yang penuh berkelimpahan asalkan saja orang-orangnya mengerti dan dapat
memanfaatkan sumber-sumbernya yang kaya raya itu secara bijaksana. Di Tuskegee
ia mendirikan stasiun percobaan pertanian dan ia mulai melancarkan kampanye
pendidikan kepada setiap petani yang mau mendengarkanya.
Setiap
kali bisa menyisihkan waktu dari tugas di sekolah. George lalu pergi ke
Selatan, keluar-masuk daerah tersebut. Pada kesematan seperti itu ia ikut
menghadiri rapat-rapat petani, mengunjungi pecan-pekan pameran pedesaan, atau
kadang kala cuma sekedar singgah di ruamah petani yang mengalami kesulitan
dengan panennya. Di mana-mana ia selalu menunjukan dan menjelaskan tentang
kebodohan mereka, sebab mereka hanya melulu bertanam kapas saja sepanjang
tahun. Tanamilah tanah kalian secara bergantian dengan tanaman lain, katanya
kepada para petani. Berilah kesempatan agar tanah itu bisa bernapas. Jangan
terus-menerus menanam kapas melelu. Gilirlah dengan kentang atau kacang. Sebab,
bila tanah tersebut hanya ditanami kapas saja terus-menerus, maka kesuburan dan
kekayaan yang ada di dalam tanah tersebut lama kelamaan terkuras abis. George
berbicara kepada orang-orang yang datang dari tempat yang bermil-mil jauhnya,
kepada orang yang harus mengingat seluruh pelajarannya, sebab mereka tidak bisa
membaca dan menulis. Ia bahkan juga berbicara kepada orang-orang yang menghina
dirinya karena warna kulitnya. Akan tetapi sedikit demi sedikit para petani itu
mau mengerjakan apa yang diajarkan kepada mereka, sebab mereka mengetahui hal
tersebut masuk akal dan mereka melihat ada harapan di dalamnya.
Setiap
persoalan menimbulkan persoalan lain, dan yang berikut ini sungguh memusingkan
kepala. Para petani telah mengikuti petunjuk dan nasihat Dr. Carver. Mereka
menanam kacang secara besar-besaran di ladang yang luasnya berhektar-hektar.
Sekarang tidak ada pasar yang dapat menampung panen kacang yang berlimapah itu.
Dengan tenang dan dibarengi dengan doa, Dr. Carver mengambil sekeranjang kacang
lau dibawa ke laboratoriumnya untuk diselidiki. Bagaimana hasil
penyelidikannya, tidak pernah ada orang yang mengetahuinya. Hasil tersebut baru
terungkap dan disiarkan pada suatu hari di tahun 1921 ketika Profesor Carver
dan Tuskegee Institute itu dipanggil ke Washington untuk memberikan
kesaksiannya di depan Komite Perencana Anggaran, untuk memberi dukungan dalam
menentukan tarip harga kacang. Para anggota Konggres kelihatan mencibir dan
tidak begitu simpatik ketika orang Negro setengah tua yang berbadan tinggi itu
memasuki ruangan sidang dengan membawa beberapa tas besar. Mereka mengira orang
tersebut tukang jual oabat atau orang kurang waras. Dan George hanya diberi
waktu berbicara sepuluh menit. Sang Profesor menghadapi hinaan dan penolakan
tersebut dengan penuh kesabaran seperti biasanya. Ia membuka salah satu tasnya
dan mengeluarkan sebuah botol kaca kecil. Satu tiga perempat jam ia masih tetap
berbicara. Suaranya sudah menjadi serak dan para anggota Konggres nampak
terpaku di kursinya masing-masing. Di dapan para pendengarnya yang kagum dan
terpesona itu, ilmuan Negro tersebut menunjukan dan memperagakan lebih dari
seratus empat puluh lima macam produk yang bermanfaat yang dihasilkan dari
kacang tanah, dan sekitar seratus macam lebih yang dihasilkan dari ketela
rambut untuk berbagai keperluan yang bernilai. Hasil tersebut antara lain:
tepung, kopi, susu, keju, penhalus muka, asinan, sampo, pemutih, tinta, semir,
dan masih banyak lagi lainya. Persolannya sekarang bukanlah mencari pasar,
tetapi menyediakan kacang secukupnya.
Segala
sesuatu yang disentuh Dr. Carver berubah menjadi barang yang berharga. Tidak
ada satu benda pun yang masuk kedalam laboratoriumnya kemudian keluar lagi
tanpa dapat digunakan dengan semestinya. Semuanya bisa dimanfaatkan dengan
sebaik-baiknya. Bahan hamparan dibuat dari katun, karet dari lupur, obat
mujarab dari kulit kayu atau tumbuh-tumbuhan lain. Dari tanah liat Alabama ia
menemukan bahan warna dan pigmen biru yang rahasianya telah lama hilang dalam
sejarah. Cat-cat serta pencuci warnanya sangat menarik perhatian seorang
pengusaha cat terkemuka. Sebenarnya ia dapat memperoleh keuntungan besar dari
permintaannya. Akan tetapi semua tawaran seperti itu selalu dijwab “tidak”. Ia
tidak mau mengambil keuntungan dari hasil penemuannya untuk dirinya sendiri.
Dalam kariernya, satu kali pun Dr. Carver tidak pernah dapat dibujuk untuk
minta paten atau memperdagangkan hasil-hasil penemuannya. Ia tidak mau
meninggalkan Tuskegee yang dicintai itu walaupun kepadanya dijanjikan bayaran
yang tinggi. Uang tidak bisa menumbangkan sikap dan pendiriannya. Ia tertarik
pada problem industri hanya oleh karena hal tersebut menyangkut kehidupan
manusia.
Bagi
George Carver, ketenarannya yang terus menanjak ini malah mengganggu kehidupan
pribadinya. Ia berpegang pada cara hidupnya yang sederhana dan mungkin
ditemukan, langsung dari beberapa upacara pemberian ijazah sekolah di mana ia
menerima gelar kehormatan, dan juga dalam penyelidikannya yang saksama terhadap
pakis aneh yang ia temukan. Pada salah satu upacara pemberian ijazah tersebut,
seorang wartawan yang berhasil menemuinya bertanya kepadanya mengenai filsafat
hidupnya. Dr. Carver berpikir sejenak dan kemudian menjawab pertanyaan tersebut
dengan sederhana dan terus terang. Ia tidak malu-malu berkata sebagai orang
yang tebal impiannya dan besar ketaatannya pada kepercayaannya.
“Saya
masuk ke hutan dan di sana saya mengumpulkan bahan-bahan percobaan dan
mempelajari pelajaran-pelajaran besar yang diberikan oleh alam. Alam ingin
sekali mengajar kita. Berada sendirian dalam hutan setiap pagi, saya bisa
mendengar dan mengerti dengan jelas sekali mengenai rencana Tuhan pada diri
saya.”
Di
dalam dunia ilmu pengetahuan, hanya ada satu kriteria baginya, yakni:
kecakapan. Ilmuan-ilamuan sejawat George Carver segera menjadi anggota Royal
Society, lembaga kerajaan bidang ilmiah, di Inggris. Pada tahun 1923 ia
menerima hadiah medali Spingam untuk jasanya yang luar biasa di bidang kimia
pertanian. Pada tahun 1935 ia mendapat kehormatan dari pemerintah dan ditunjuk
sebagai kolaborator di Bureau of Plant Industry, U.S. Departement of
Agriculture (Biro Industri Tanaman di Departemen Pertanian Amerika Serikat).
Delano Roosevelt dan George Carver adalah orang-orang yang saling mengerti satu
sama lain, sebab masing-masing dengan caranya sendiri-sendiri bekerja dan
berusaha sekuat tenaga sehingga memungkinkan semua orang, di mana pun mereka
berada, bisa mendapakan makan yang lebih baik, perumahan yang lebih baik dan
pakaian yang lebih baik.
Pada
tahun 1940 ketika ia menderita sakit dan mendekati akhir hayatnya, George
Washington Carver melakukan sesuatu yang istimewa. Ia menyuruh agar uang
simpanannya, sebesar kurang lebih tiga puluh ribu dollar, dipakai untuk
mendirikan yayasan, Carver Foundation, bagi pengembangan riset pertanian.
Dengan uang tersebut, ditambah dengan sumbangan yang datang dari segala
penjuru, maka pusat ini sekarang bisa mempersembahkan fasilitas yang serba
lengkap untuk pendidikan sarjana bagi para ilmuan muda bangsa Negro dari
seluruh negara.
George
Washington Carver meninggal dunia pada tahun 1943. Di kampus Tuskegee didirikan
sebuah bangunan tembok kecil, Museum Carver. Di dalamnya dipertontonkan peri
kehidupan George Carver. Di tempat tersebut dipamerkan ratusan produk yang
besar sekali manfaatnya yang dihasilkan oleh George Carver dari barang-barang
sisa dan barang bekas. Di situ ditujukan contoh-contoh hasta karya indah yang
ia senangi. Di situ terdapat pula lukisan-lukisan yang merupakan hobi dalam
hidupnya. Dan di situ pula terdapat impiannya mengenai Amerika sebagai tanah
yang memberikan kesempatan besar serta perkembangan bagi semua orang.
Sumber (Buku) : Anak Miskin Yang Jadi Masyur.
0 comments:
Post a Comment