Tuesday 12 December 2017

George Washington Carver (1859-1943) Ahli Botani


 George Washington Carver
(1859-1943)
ahli botani

Kemampuan yang tinggi dan bakat spiritual yang besar tidak mengenal ras, kepercayaan, maupun warna kulit. Secara sederhana kenyataan ini dibuktikan oleh kehidupan George Washington Carver.
Sebenarnya ironis sekali bahwa ilmuan Negro yang lemah-lembut ini, dengan bakatnya dapat memperkaya serta menyejahterahkan seluruh bangsa manusia, dilahirkan di tengah-tengah kecamuk perang saudara di Amerika. Tempat kelahirannya Diamond Grove, Missouri, tetapi tanggal lahirnya yang pasti tidak jelas. Bahkan nama pun tidak punya. Hal ini disebabkan oleh karena ibunya, Mary, seorang budak pada keluarga Moses Carver. Anak kecil itu hanya dikenal dengan sebutan Carver’s George. Setelah ia menginjak bangku sekoalh barulah ia mendapat nama kehormatannya: George Washington Carver.
Walaupun begitu, George mengalami masa kecil yang bahagia. Moses Carver orang baik, seorang petani yang giat bekerja keras, dan tidak setuju dengan perbudakan. Ia terpaksa membeli beberapa budak karena tidak bisa mendapat bantuan tenaga dengan cara lain untuk mengelolah sawanya. Ia dan istrinya sayang sekali kepada si kecil George, yang dulu mereka selamatkan dari tangan para penculik. George ditebus dengan seekor kuda. Keluarga Moses Carver memperlakukan George sebagai anaknya sendiri. Ia memang diberi tugas melaksanakan pekerjaan sehari-hari seperti membersihkan rumah, memberi makan ayam, dan menyiangi rumput di gang-gang dalam kebun sekitar rumah. Tetapi sesudah itu ia bebas. Ini berarti bahwa ia dapat menemukan dunianya sendiri yang istimewa dan ajaib. Ia senang dan pandai bergaul dengan tumbuh-tumbuhan, benda berdaun hijau. Dengan gembira ia berjalan-jalan di antara pepohonan, dan di sana sini ia berhenti untuk mengambil batu gemerlapan atau rerumputan atau segala sesuatu yang belum pernah dilihatnya. Saku bajunya menjadi laboraturium istimewa. Benda-benda yang dikumpulkan dalam sakunya, sesampainya dirumah dikeluarkan semua, dan pada waktu senggang barang-barang tersebut diamati serta diselidiki dengan cermat dan saksama. Seluruh isi rumah dan tetangganya tersenyum geli melihat anak yang lucu itu, dan George diberi julukan The Plant Dokter, Dokter Tanaman.
Dunia ini seluruhnya menimbulakn tanda tanya bagi George yang masih kecil itu. Dari Ny. Carver, George mendapat guru tua, yang sudah bertahun-tahun tinggal dirumahnya. Dengan demikian George bisa belajar dengan tak henti-hentinya dan senantiasa merasa tidak puas dengan apa yang diperolehnya. Ia senang membaca dan dari bacaan-bacaan tersebut ia dapat mengenal nama benda-benda, akan tetapi ini tidak cukup. George ingin mengetahui segala sesuatu sejlas-jelasnya, mengapa ini begini, mengapa itu begitu. Di sekitar tempat tinggalnya tidak ada sekolah bagi anak Negro. Jadi tidak jelas bagaimana ahli biotani muda itu akan mendapatkan pendidikan yang ia dambakan. Akhirnya George sendirilah yang memecahkan persoalannya. Ia menghadap keluarga Caver dan mengutarakan bahwa ia mau pergi untuk mencari sekolah. Keluarga Caver memandang anak tersebut, dan melihat keinginannya yang bernyala-nyala yang memancar dari wajahnya serta matanya yang berkaca-kaca penuh harapan, mencerminkan hasratnya yang besar. Dengan demikian mereka tidak bisa menolak permintaan George.
George sama sekali tidak memiliki keragu-raguan akan masa depannya. Seperti seorang kerdil kecil yang berani, ia berangkat mencari tujuannya. Pertama kali ia berhenti di kota Neosho, Missouri dan di situ untuk pertama kalinya pula ia tidur di atas tumpukan balok kayu. Di Neosho terdapat sekolah yang dicari, dan keesokan harinya ia memasuki ruangan yang penuh muridnya. Ia merasa suka cita yang bukan main besarnya. Tidak sampai setahun ia telah menguasai seluruh pelajaran yang dapat diberikan di sekolah tersebut, dan ia menemukan banyak hal yang menakjubkan yang tidak dapat ia temukan di dalam buku. Ia merasa senang dapat menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan sederhana. Untuk mendapatkan nafkah, ia bekerja sebagai tukang masak, pembersih rumah, dan sebagai tukang cuci. Ia menjadi ahli menjahit, membordir, dan merajut. Ia berhasil mencontoh pola renda yang sulit sekali. Ia sama sekali tidak merasa bahwa pekerjaan semacam itu sebenarnya bukanlah pekerjaan anak laki-laki. Baginya, semua itu merupakan besarnya minat untuk belajar.
Pola dan maksud pengembaraan George menjadi jelas. Ia pergi ke kota, membuka usaha sebagai tukang penatu, dan belajar di sekolah terdekat. Setelah sekolah tersebut tidak bisa memberinya pelajaran lebih jau lagi, ia lalu keluar dan pergi lagi dari kota tersebut. Dalam perjalanan hidupnya ia mengalami masa gelap di mana ia harus menghadapi kekejaman serta kecurigaan yang diderita oleh sukunya, bangsa Negro. Tetapi dalam banyak hal ia bertemu dengan orang-orang yang baik hati dan yang mau membantunya. Dengan usahanya sebagai pencuci dan penatu, George mendapat banyak teman dan mereka menjadi sahabatnya seumur hidup.
Pengembara muda itu tidak pernah mengetahui dangan jelas apa sebenarnya syarat-syarat yang diperlukan untuk masuk perguruaan tinggi. Tetapi pada suatu hari ia merasa bahwa dirinya sudah siap masuk perguruan tinggi. Oleh karena itu ia lalu menulis surat lamaran ke Universitas Highland. Beberapa hari kemudian ia mendengar bahwa ia diterima. Ketika ia dating ke universitas tersebut untuk mendaftarkan diri, George melihat pejabat yang menemuinya nampak bingung, gelisah dan malu. Ia berputar bolak balik di kursinya dan kemudian mengatakan sesuatu kepada George. Apa yang dimaksud oleh pejabat tersebut jelas. Ia minta maaf karena sebelumnya tidak memberitahu kepada George bahwa sekolahnya tidak menerima orang Negro. George sama sekali tidak merasa sakit hati. Ia cuma merasa sedikit kasihan kepada pejabat kulit putih yang mukanya jadi merah karena malu.
Oleh George Carver hal tersebut hanyalah dipandang sebagai salah satu pengalaman hidup. Ia juga tidak mau repot-repot menjelaskan bahwa penolakan tersebut sebenarnya menghambat atau merupakan kemunduran bagi rencananya. Untuk biaya perjalanan dengan kereta api ke sekolah tersebut ia telah menghabiskan seluruh uang simpanannya. Kini ia harus menunggu tahun depan lagi.
Lima tahun kemudian, Simpson College di Indianola, lowa, merasa bangga sekali bahwa George Washington Carver dulunya pernah menjadi salah seorang mahasiswanya. Pada tahun 1890, sekolah budaya itu sendiri pun tidak mengetahui apa yang harus diperbuat dengan George sewaktu pada suatu hari ia datang dengan susah payah ke perguruan tinggi tersebut untuk mendaftarkan diri masuk ke situ mereka senang pada semangatnya, akan tetapi mereka dapat mengesampingkan begitu saja mengenai latar belakang pendidikannya yang tidak menentu tersebut. Dan ia meminta dengan sangat untuk mengambil jurusan yang salah. Semestinya ia harus mengambil jurusan yang dapat membantu dia mencari uang, akan tetapi ia malah ingin masuk jurusan seni. Akhirnya mereka mengambil suatu kompromi. Ia boleh masuk jurusan seni, akan tetapi ia harus mengikuti pelajaran-pelajaran praktek.
George berhati lemah-lembut, tapi juga keras kepala. Ia tidak mau ditipu sehingga kehilangan kesempatan baik ini untuk menciptakan barang-barang indah seperti yang selalu diimpi-impikannya. Sedikit demi sedikit ia berhasil merebut hati Nona Etta Budd, ketua jurusan seni. Ia sangat disayangi oleh Nona Budd. Dengan rasa enggan, Nona Budd setuju menerima George di kelasnya selama masa percobaan. Jikalau ternyata George bakatnya cuma kecil, maka ia harus kembali ke pekerjaan prakteknya. Tetapi akhirnya ternyata George terus mengikuti pelajaran Nona Budd selama ia berada di Simpson, dan pada tahun 1893 salah satu lukisannya memperoleh sebutan terhormat pada pameran Chicago World Fair.
Kepada sahabat-sahabatnya di rumah, mahasiswa muda itu mengirimkan surat yang berapi-api menceritakan mengenai kehidupannya selama di perguruan tinggi. Minggu-minggu pertama dirasakannya sangat berat dan ia hampir kelaparan sampai tersiar mengenai usahanya sebagai penatu. Akan tetapi sebentar saja ia menjadi tokoh yang terkenal dan populer di kampus. Ia menonjol di segala bidang. Dalam grup diskusi, dalam kelompok paduan suara sekolah, di lapangan baseball semua teman kelas luapa akan warna kulitnya dan menerima George dengan gembira, hangat, dan sepenuh hati. Dalam perlakuan seperti itulah George berkembang dan maju terus.
Nona Budd itulah yang menanyakan dengan terus-terang kepada George tentang apa sebenarnya yang ia tuju dengan pendidikannya. Dan George sendiri merasa sedikit terkejut pada jawabannya sendiri. Sampai saat itu, ia sama sekali belum pernah memikirkan apakah ia akan menjadi guru atau menjadi seniman. Sekarang dengan kematangan jiwanya, timbullah suatu cita-cita, suatu keinginan untuk membantu dan mengabdi kepada rasnya, bangsa Negro. Untuk ini jelas bahwa jalan paling baik untuk mengabdi bangsanya ialah melalui bidang pertanian.
Memilukan sekali rasanya bagi George untuk meninggalkan Simpson. Akan tetapi, pada tahun 1891 ia masuk ke lowa State College of Agriculture and Mechanics Arts. Di bawa bimbingan James G. Wilson, direktur jurusan pertanian, dan Hanry Canwell Wallace, professor pertanian, pemuda Carver sebentar saja sudah terpikat dan tekun dalam pelajarannya yang baru. Kedua orang tersebut, yang termasuk orang paling mampu dalam bidangnya di Amerika Serikat, mempunyai peranan yang tidak kecil dalam pembentukan masa depan George. Mereka bukan hanya sebagai gurunya, tetapi juga sebagai sahabatnya. Tiga puluh tahun kemudian, ketiga orang tersebut masih tetap tukar menukar ide dan membahas bersama secara mendalam semua persoalan yang mereka hadapi dalam pekerjaan masing-masing.
George Carver lulus dari lowa State College pada tahun 1894 dan langsung diangkat menjadi anggota fakultas tersebut, diserahi menangani botani sistematik. Ia kadang-kadang berpikir bahwa ia senang tetap tinggal bersama orang-orang yang sudah cocok dan menyenangkan ini, sebab dengan mereka telah terjalin rasa kekeluargaan. Akan tetapi, pada tahun 1896 datang panggilan yang selalu ia nanti-nantikan. Booker T. Washington menulis surat, minta apakah Profesor Carver yang muda itu dapat diyakinkan supaya mau datang ke Tuskegee Institute. Untuk ini perlu dibicarakan dengannya. Oleh para pendiri Tuskegee Institute, sekolah tersebut dimaksudkan sebagai tempat pendidikan dasar progresif bagi oaring Negro. Mereka yang telah lulus dari situ harus mengajar teman-temannya, dan selanjutnya mereka yang telah mendapat pelajaran tersebut harus memberikan pengetahuannya kepada yang lain hingga buah dari sekolah itu menjalar keseluruh generasi. Pada waktu institute menunjuk George Carver menjadi ketua jurusan pertanian, jurusan baru, mereka tidak menyadari betapa pentingnya langkah yang mereka ambil itu. Sebab, dalam tahun-tahun berikutnya, jurusan pertanian di Tuskegee mempunyai penggaruh yang penting sekali dalam perekonomian Selatan, pengaruh yang sama bagi orang Negro dan orang kulit putih.


Tetapi, untuk sementara waktu jurusan yang dipimpin Dr. Carver hanya berupa kertas saja. Lemari-lemari masih kosong dan laboraturium yang diperlukan sama sekali belum ada. Tidak ada alat, tidak ada mata pelajaran tertentu yang dapat diberikan secara teratur. Dan ketiga belas muridnya yang ingin maju itu terdiri dari anak-anak yang beraneka ragam bakat dan dasar pendidikannya. Orang yang berakal sehat pasti cepat-cepat meninggalkan tempat kerja semacam itu dan kembali ke laboratorium yang berperalatan serba lengkap di lowa State.
Berakal sehat atau tidak, tetapi Goerge Carver, dengan tidak berpaling ke masa lampau, tetap ke dalam pekerjaan yang mengikatnya selama hampir lima puluh tahun itu. Dalam waktu satu tahun ia telah berhasil menyusun kurikulum dengan baik yang secara fleksibel dapat memenuhi kebutuhan murid-muridnya. Kecuali itu ia juga berhasil membangun laboratorium bagus dari sisa-sisa bahan yang ia peroleh di sekitar kampus – potongan-potongan kawat dan kabel serta tutup-tutup botol. Ia menyayangi murid-muridnya dan merasa bertanggung jawab sepenuhnya pada anak-anak yang dengan susah paya dan memulai jalan yang sulit berusaha masuk ke sekolah tersebut Ia memberikan pelajaran dengan penuh semangat, diselingi dengan kelakar dan humor yang menggembirakan. Ia juga tidak marah bila diserang dan dijadikan korban kelakar murid-muridnya walaupun ia sudah tau. Pada suatu hari seorang anak berbadan besar datang ke mejanya sambil tersenyum. Anak itu menaruh seekor binatang di hadapanya. Binatang tersebut kelihatannya aneh. Rupanya sebagian seperti lalat, sebagian seperti kumbang dan sebagian lagi seperti labah-labah. George memandanginya dengan serius.
“Profesor Carver tahukah Bapak binatang apakah ini?” tanya anak tersebut. “Binatang ini namanya binatang bastar,” jawab Bapak Guru tersebut sambil tersenyum.
Mengajar memang merupakan pekerjaan yang ia senangi. Akan tetapi, tidak lama kemudian ilmuan mud itu merasa bahwa bekerja di kelasnya saja tidak cukup.
George Washington Carver mencintai daerah Selatan seperti halnya seseorang mencintai kampung halaman tempat kelahirannya. Akan tetapi ia selalu dibayangi oleh kemiskinan  daerah tersebut. Para petani sedih sekali sebab tanahnya tandus, ladangnya hangus, dan mereka tidak mempunyai harapan sama sekali akan masa depan mereka yang suram itu. Berkat bakat istimewanya, yakni bisa melihat sesuatu lebih jau dan lebih dalam daripada manusai biasa, George Carver melihat bahwa daerah Selatan merupakan daerah yang penuh berkelimpahan asalkan saja orang-orangnya mengerti dan dapat memanfaatkan sumber-sumbernya yang kaya raya itu secara bijaksana. Di Tuskegee ia mendirikan stasiun percobaan pertanian dan ia mulai melancarkan kampanye pendidikan kepada setiap petani yang mau mendengarkanya.
Setiap kali bisa menyisihkan waktu dari tugas di sekolah. George lalu pergi ke Selatan, keluar-masuk daerah tersebut. Pada kesematan seperti itu ia ikut menghadiri rapat-rapat petani, mengunjungi pecan-pekan pameran pedesaan, atau kadang kala cuma sekedar singgah di ruamah petani yang mengalami kesulitan dengan panennya. Di mana-mana ia selalu menunjukan dan menjelaskan tentang kebodohan mereka, sebab mereka hanya melulu bertanam kapas saja sepanjang tahun. Tanamilah tanah kalian secara bergantian dengan tanaman lain, katanya kepada para petani. Berilah kesempatan agar tanah itu bisa bernapas. Jangan terus-menerus menanam kapas melelu. Gilirlah dengan kentang atau kacang. Sebab, bila tanah tersebut hanya ditanami kapas saja terus-menerus, maka kesuburan dan kekayaan yang ada di dalam tanah tersebut lama kelamaan terkuras abis. George berbicara kepada orang-orang yang datang dari tempat yang bermil-mil jauhnya, kepada orang yang harus mengingat seluruh pelajarannya, sebab mereka tidak bisa membaca dan menulis. Ia bahkan juga berbicara kepada orang-orang yang menghina dirinya karena warna kulitnya. Akan tetapi sedikit demi sedikit para petani itu mau mengerjakan apa yang diajarkan kepada mereka, sebab mereka mengetahui hal tersebut masuk akal dan mereka melihat ada harapan di dalamnya.


Setiap persoalan menimbulkan persoalan lain, dan yang berikut ini sungguh memusingkan kepala. Para petani telah mengikuti petunjuk dan nasihat Dr. Carver. Mereka menanam kacang secara besar-besaran di ladang yang luasnya berhektar-hektar. Sekarang tidak ada pasar yang dapat menampung panen kacang yang berlimapah itu. Dengan tenang dan dibarengi dengan doa, Dr. Carver mengambil sekeranjang kacang lau dibawa ke laboratoriumnya untuk diselidiki. Bagaimana hasil penyelidikannya, tidak pernah ada orang yang mengetahuinya. Hasil tersebut baru terungkap dan disiarkan pada suatu hari di tahun 1921 ketika Profesor Carver dan Tuskegee Institute itu dipanggil ke Washington untuk memberikan kesaksiannya di depan Komite Perencana Anggaran, untuk memberi dukungan dalam menentukan tarip harga kacang. Para anggota Konggres kelihatan mencibir dan tidak begitu simpatik ketika orang Negro setengah tua yang berbadan tinggi itu memasuki ruangan sidang dengan membawa beberapa tas besar. Mereka mengira orang tersebut tukang jual oabat atau orang kurang waras. Dan George hanya diberi waktu berbicara sepuluh menit. Sang Profesor menghadapi hinaan dan penolakan tersebut dengan penuh kesabaran seperti biasanya. Ia membuka salah satu tasnya dan mengeluarkan sebuah botol kaca kecil. Satu tiga perempat jam ia masih tetap berbicara. Suaranya sudah menjadi serak dan para anggota Konggres nampak terpaku di kursinya masing-masing. Di dapan para pendengarnya yang kagum dan terpesona itu, ilmuan Negro tersebut menunjukan dan memperagakan lebih dari seratus empat puluh lima macam produk yang bermanfaat yang dihasilkan dari kacang tanah, dan sekitar seratus macam lebih yang dihasilkan dari ketela rambut untuk berbagai keperluan yang bernilai. Hasil tersebut antara lain: tepung, kopi, susu, keju, penhalus muka, asinan, sampo, pemutih, tinta, semir, dan masih banyak lagi lainya. Persolannya sekarang bukanlah mencari pasar, tetapi menyediakan kacang secukupnya.
Segala sesuatu yang disentuh Dr. Carver berubah menjadi barang yang berharga. Tidak ada satu benda pun yang masuk kedalam laboratoriumnya kemudian keluar lagi tanpa dapat digunakan dengan semestinya. Semuanya bisa dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Bahan hamparan dibuat dari katun, karet dari lupur, obat mujarab dari kulit kayu atau tumbuh-tumbuhan lain. Dari tanah liat Alabama ia menemukan bahan warna dan pigmen biru yang rahasianya telah lama hilang dalam sejarah. Cat-cat serta pencuci warnanya sangat menarik perhatian seorang pengusaha cat terkemuka. Sebenarnya ia dapat memperoleh keuntungan besar dari permintaannya. Akan tetapi semua tawaran seperti itu selalu dijwab “tidak”. Ia tidak mau mengambil keuntungan dari hasil penemuannya untuk dirinya sendiri. Dalam kariernya, satu kali pun Dr. Carver tidak pernah dapat dibujuk untuk minta paten atau memperdagangkan hasil-hasil penemuannya. Ia tidak mau meninggalkan Tuskegee yang dicintai itu walaupun kepadanya dijanjikan bayaran yang tinggi. Uang tidak bisa menumbangkan sikap dan pendiriannya. Ia tertarik pada problem industri hanya oleh karena hal tersebut menyangkut kehidupan manusia.
Bagi George Carver, ketenarannya yang terus menanjak ini malah mengganggu kehidupan pribadinya. Ia berpegang pada cara hidupnya yang sederhana dan mungkin ditemukan, langsung dari beberapa upacara pemberian ijazah sekolah di mana ia menerima gelar kehormatan, dan juga dalam penyelidikannya yang saksama terhadap pakis aneh yang ia temukan. Pada salah satu upacara pemberian ijazah tersebut, seorang wartawan yang berhasil menemuinya bertanya kepadanya mengenai filsafat hidupnya. Dr. Carver berpikir sejenak dan kemudian menjawab pertanyaan tersebut dengan sederhana dan terus terang. Ia tidak malu-malu berkata sebagai orang yang tebal impiannya dan besar ketaatannya pada kepercayaannya.
“Saya masuk ke hutan dan di sana saya mengumpulkan bahan-bahan percobaan dan mempelajari pelajaran-pelajaran besar yang diberikan oleh alam. Alam ingin sekali mengajar kita. Berada sendirian dalam hutan setiap pagi, saya bisa mendengar dan mengerti dengan jelas sekali mengenai rencana Tuhan pada diri saya.”
Di dalam dunia ilmu pengetahuan, hanya ada satu kriteria baginya, yakni: kecakapan. Ilmuan-ilamuan sejawat George Carver segera menjadi anggota Royal Society, lembaga kerajaan bidang ilmiah, di Inggris. Pada tahun 1923 ia menerima hadiah medali Spingam untuk jasanya yang luar biasa di bidang kimia pertanian. Pada tahun 1935 ia mendapat kehormatan dari pemerintah dan ditunjuk sebagai kolaborator di Bureau of Plant Industry, U.S. Departement of Agriculture (Biro Industri Tanaman di Departemen Pertanian Amerika Serikat). Delano Roosevelt dan George Carver adalah orang-orang yang saling mengerti satu sama lain, sebab masing-masing dengan caranya sendiri-sendiri bekerja dan berusaha sekuat tenaga sehingga memungkinkan semua orang, di mana pun mereka berada, bisa mendapakan makan yang lebih baik, perumahan yang lebih baik dan pakaian yang lebih baik.
Pada tahun 1940 ketika ia menderita sakit dan mendekati akhir hayatnya, George Washington Carver melakukan sesuatu yang istimewa. Ia menyuruh agar uang simpanannya, sebesar kurang lebih tiga puluh ribu dollar, dipakai untuk mendirikan yayasan, Carver Foundation, bagi pengembangan riset pertanian. Dengan uang tersebut, ditambah dengan sumbangan yang datang dari segala penjuru, maka pusat ini sekarang bisa mempersembahkan fasilitas yang serba lengkap untuk pendidikan sarjana bagi para ilmuan muda bangsa Negro dari seluruh negara.
George Washington Carver meninggal dunia pada tahun 1943. Di kampus Tuskegee didirikan sebuah bangunan tembok kecil, Museum Carver. Di dalamnya dipertontonkan peri kehidupan George Carver. Di tempat tersebut dipamerkan ratusan produk yang besar sekali manfaatnya yang dihasilkan oleh George Carver dari barang-barang sisa dan barang bekas. Di situ ditujukan contoh-contoh hasta karya indah yang ia senangi. Di situ terdapat pula lukisan-lukisan yang merupakan hobi dalam hidupnya. Dan di situ pula terdapat impiannya mengenai Amerika sebagai tanah yang memberikan kesempatan besar serta perkembangan bagi semua orang.



Sumber (Buku) : Anak Miskin Yang Jadi Masyur. 

0 comments:

Post a Comment