TIRUAN SETAN YANG MEMBINGUNGKAN
Oleh: Joe Crews
Tiruan oleh Setan yang
Membingungkan
Misalkan Anda harus meringkas Alkitab ke dalam
hanya dalam dua kata. Kata-kata apa yang akan Anda pilih? Saya telah memikirkan
hal ini, dan saya percaya dosa dan keselamatan mungkin merupakan jawaban yang
paling akurat. Lagipula, Setan sangat awal menyebabkan manusia jatuh ke dalam
dosa dan mengambil keselamatannya. Kebetulan, ini juga merupakan titik balik
bagi keluarga manusia. Anda lihat, Tuhan mendasarkan semuanya pada ketaatan. Ia
telah menyiapkan semua pemberian indah itu—kehidupan, karakter yang benar,
kuasa atas bumi, dan rumah yang indah di Taman. Lalu Ia berjanji bahwa
berkat-berkat itu akan terus diberikan tanpa terputus dengan satu syarat saja:
Patuhi dan hidup, tidak taat dan mati.
Kita tahu, tentunya, apa yang mengikuti ultimatum
tersebut. Adam dan Hawa menyerah pada si penggoda dan dosa masuk ke planet
indah ini untuk pertama kalinya. Dan sejak saat itu kontroversi besar menjadi
sebuah realita, antara Kristus dan Setan, kebenaran dan kesesatan, ketaatan dan
ketidaktaatan. Tiap buku dan pasal di Alkitab terjalin dengan rencana besar Tuhan
untuk membawa manusia kembali ke posisinya semula yang taat dari mana ia jatuh.
"Engkau akan menamakan Dia YESUS, karena Dialah yang akan menyelamatkan
umat-Nya dari dosa mereka” (Matius 1:21). Dosa, tentunya,
adalah pelanggaran terhadap hukum Tuhan.
Kadang orang bertanya, "Mengapa harus
perhatian terhadap tindakan eksternal dan hukum Taurat? Bukankah Tuhan lebih
tertarik pada isi hati dibandingkan perilaku lahiriah?" Sungguh, kedua hal
itu tidak dapet dipisahkan. Sejak awal, Tuhan telah menjadikan kepatuhan
sebagai ujian utama dari kasih dan kesetiaan. Tidak seorangpun yang dapat
mengatakan bahwa Tuhan tidak peduli terhadap kelakuan nenek moyang pertama
kita. Tindakan lahiriah mereka mencerminkan hati yang terbelah. Ini juga alasan
mengapa Yesus mengatakan, "Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti
segala perintah-Ku" (Yohanes 14:15).
Fokus dari program surga adalah untuk
menyelamatkan manusia dari melanggar hukum Tuhan dengan menanamkan kasih agape
ke dalam hati orang percaya sejati. Buku terakhir dalam Alkitab menjabarkan hal
ini hingga pertanyaan dasar yang sama mengenai ketaatan. Setiap jiwa akan
menerima materai Tuhan atau tanda binatang. Sekali lagi, ujian akan mengenai
ketaatan terhadap hukum Tuhan. Karakteristik utama dari orang-orang yang diselamatkan,
berdasarkan buku Wahyu, adalah mereka mematuhi hukum-hukum Tuhan. Syarat yang
Tuhan tetapkan bagi manusia untuk tetap tinggal di Taman Eden menjadi syarat
bagi manusia untuk kembali ke surga. “Yang penting di sini ialah ketekunan
orang-orang kudus, yang menuruti perintah Allah dan iman kepada Yesus” (Wahyu
14:12). “Maka marahlah naga itu kepada perempuan itu, lalu pergi
memerangi keturunannya yang lain, yang menuruti hukum-hukum Allah dan memiliki
kesaksian Yesus” (Wahyu 12:17). “Berbahagialah mereka yang
membasuh jubahnya. Mereka akan memperoleh hak atas pohon-pohon kehidupan dan
masuk melalui pintu-pintu gerbang ke dalam kota itu” (Wahyu 22:14)
Intinya adalah Tuhan harus memiliki orang-orang
yang dapat dipercayakan dengan hidup kekal. Pernahkah Anda berpikir bahwa
orang-orang yang diubahkan saat kedatangan Yesus akan tetap memiliki kuasa
untuk memilih? Alkitab meyakinkan kita bahwa penderitaan tidak akan muncul
untuk kedua kalinya. Tidak akan ada lagi pengulangan 6,000 tahun yang penuh
dengan tragedi dan kematian. Bukan karena tidak akan ada pilihan, namun karena
Tuhan tidak akan mengangkat satu orang pun ke Surga yang lebih memilih berdosa
dibandingkan kekekalan. Malaikat-malaikat akan tahu bahwa Surga adalah tempat
yang aman karena penyalaman orang-orang kudus di dunia sebelum mereka diberikan
keabadian. Tidak akan ada lagi risiko dosa terulang kembali. Pengalaman
pengujian di planet Bumi ini akan mengatasinya.
Seluruh strategi Setan didasarkan pada manusia
yang berbuat dosa. Ia tahu bahwa tidak ada hal menajiskan yang masuk ke
kerajaan Tuhan, dan dosa adalah satu-satunya hal yang menajiskan di hadapan
Tuhan. Saya yakin bahwa Setan memahami prinsip ini jauh sebelum rasul Paulus
menuliskannya di Roma 6:16. “Apakah kamu tidak tahu, bahwa apabila kamu
menyerahkan dirimu kepada seseorang sebagai hamba untuk mentaatinya, kamu
adalah hamba orang itu, yang harus kamu taati, baik dalam dosa yang memimpin
kamu kepada kematian, maupun dalam ketaatan yang memimpin kamu kepada
kebenaran?” Perlu diperhatikan bahwa Anda menjadi hamba bagi siapapun yang Anda
taati. Jika Anda menaati Tuhan, Anda adalah hamba Tuhan; sedangkan jika Anda
berhenti menaati Tuhan, Anda berhenti menjadi hamba Tuhan. Rencana musuh adalah
untuk menyebabkan Anda untuk menaatinya dan menjadi hambanya.
Saya tidak dapat cukup menekankan bahwa Setan
tidak peduli mengapa Anda tidak taat pada Tuhan selama Anda melakukannya. Anda
bahkan dapat melakukannya atas nama agama, dan beberapa orang paling religious
telah melakukannya sepanjang sejarah. Bahkan, mereka dapat memilikirkan alasan
paling religious untuk ketidaktaatan mereka. Yesus berulang kali mengatakan
kepada mereka yang bersalah karena perilaku ini. Ia menyatakan, “Pada hari
terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami
bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak
mujizat demi nama-Mu juga? Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada
mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu
sekalian pembuat kejahatan!" (Matius 7:22, 23).
Yesus secara hati-hati mengidentifikasi
orang-orang sombong yang menganggap dirinya sangat religius tersebut. Semua
dilakukan dalam nama Yesus, namun mereka ditolak pada akhirnya sebagai
orang-orang yang tidak layak masuk Surga. Mengapa? Apa masalah mereka? Di ayat
sebelumnya, sang Guru menjelaskan dengan jelas bahwa walaupun mereka
berkata-kata mengenai Dia, mereka tidak melakukan “kehendak Bapa-Ku yang di
sorga.” Pengakuan mereka kuat, namun melakukan kehendak Tuhan tidak ada.
Yesus bahkan lebih spesifik lagi dalam Matius
15:9 ketika Ia mengatakan kata-kata ini kepada orang-orang Farisi: “Percuma
mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah
manusia.” Bagaimana terkejutnya para pendengar untuk mengerti bahwa banyak
orang yang menyembah-Nya akan hilang. Bagaimana mungkin menyembah Tuhan adalah
salah, dan mengapa hal itu dianggap sia-sia dan tidak berguna? Yesus mengatakan
Ia tidak dapat menerima itu karena mereka telah mengesampingkan perintah-Nya
demi hukum manusia. Sangat menarik! Rupanya Kristus memandang ketaatan sebagai
bentuk tertinggi dari ibadah, dan yang paling dapat diterima.
Apakah ada yang pernah menemukan alasan yang
dapat diterima untuk tidak menaati Tuhan? Tentunya orang-orang di masa lalu
dapat memalsukan beberapa alasan yang terdengar baik di telinga mereka. Saya
berpikir mengenai Saul yang Tuhan tunjuk menjadi raja pertama Israel. Ia adalah
seseorang yang besar dan hebat dalam banyak hal. Tetapi apakah Anda ingat apa
yang terjadi saat Tuhan mengirim dia untuk berperang melawan bangsa Amalek?
Bangsa itu telah menjadi sangat tidak bermoral hingga Tuhan memerintahkan Saul
untuk menumpas mereka. Tidak ada sesuatu pun yang boleh dibawa kembali sebagai
jarahan dari peperangan tersebut. Perintah Tuhan adalah jelas dan spesifik.
Lalu mengapa Saul memutuskan untuk menyisakan
beberapa hewan ternak yang terbaik? Ia memberikan penjelasannya kepada Samuel
setelah berhadapan dengan sang nabi dalam perjalanan pulang dari pertempuran.
Samuel bertanya, “Kalau begitu apakah bunyi kambing domba, yang sampai ke
telingaku, dan bunyi lembu-lembu yang kudengar itu? Jawab Saul: Semuanya itu
dibawa dari pada orang Amalek, sebab rakyat menyelamatkan kambing domba dan
lembu-lembu yang terbaik dengan maksud untuk mempersembahkan korban kepada
TUHAN, Allahmu; tetapi selebihnya telah kami tumpas” (1 Samuel 15:14,
15).
Tidak peduli seberapa logis kata-kata terdengar,
mereka penuh dengan kelicikan dan kemunafikan. Pertama-tama, Saul menyalahkan
“rakyat” dalam menyelamatkan hewan-hewan tersebut, berusaha untuk mengalihkan
tanggung jawab untuk ketidaktaatannya. Tetapi Saul bertanggung jawawb, dan dia
telah menerima perintah dari Tuhan. Kemudian, ia mencoba untuk membuatnya
terlihat seperti masalah sepele, karena “selebihnya” dari kata-kata Tuhan sudah
dipenuhinya. Hanya satu penyimpangan kecil dilakukan, jadi mengapa
membesar-besarkan masalah tersebut, lagipula hewan-hewan ini tidaklah untuk
mereka; hewan-hewan ini digunakan untuk menyembah Tuhan!
Jangan abaikan pentingnya penjelasan tersebut.
Saul tidak menaati Tuhan dalam rangka menyembah-Nya! Apakah Tuhan menerima
argumen seperti itu? Samuel menjawab, “Sesungguhnya, mendengarkan lebih baik
dari pada korban sembelihan, memperhatikan lebih baik dari pada lemak domba-domba
jantan” (ayat 22). Lagi, kita melihat bahwa Tuhan memandang
ketaatan sebagai bentuk tertinggi ibadah. Walaupun Saul mungkin memiliki alasan
religius yang paling persuasif untuk tidak taat, Tuhan secara dramatis
menolaknya, dan pada saat yang sama, menolak Saul menjadi raja atas Israel.
Apakah hal yang sama terjadi saat ini? Lihatlah
sekeliling Anda saat jam-jam suci Sabat diperkenalkan dari minggu ke minggu
kepada dunia yang membutuhkan istirahat. Di jantung hukum moral Tuhan yang Ia
tulis dengan tangan-Nya sendiri, tertulis hukum yang paling panjang dan rinci
dari antara Sepuluh Hukum. Namun, hukum itu tertulis dengan sangat sederhana
sehingga tidak mungkin terdapat kebingungan. “Tetapi hari ketujuh adalah hari
Sabat TUHAN, Allahmu; maka jangan melakukan sesuatu pekerjaan” (Keluaran
20:10). Bahkan anak kecil dapat mengerti kata-kata tersebut. Tetapi,
ketika hari ketujuh mulai setiap minggunya, jutaan orang masih tetap
beraktivitas dan melakukan transaksi seperti biasa, melanggar perintah Tuhan
yang jelas dan spesifik tersebut.
Siapakah jutaan orang ini yang berani menentang
perintah yang tertulis jelas oleh Pencipta mereka? Banyak dari mereka adalah
orang-orang religius yang akan datang ke gereja di hari berikutnya, menyanyi
puji-pujian, berdoa, memberi persembahan, dan berlutut menyembah Tuhan yang
hukum-Nya mereka langgar tiap minggu. Beberapa mungkin tidak sadar bahwa mereka
sedang menghormati tradisi kafir di atas perintah Tuhan, tetapi banyak pula
yang sadar bahwa mereka sedang melanggar salah satu dari hukum kekal Tuhan.
Yang demikian, Yesus berkata dengan keterusterangan yang mengejutkan: “Percuma
mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah
manusia.”
Selama bertahun-tahun saya sebagai seorang
penginjil telah mendengarkan berbagai rasionalisasi orang-orang religius untuk
melanggar hari Sabat. Banyak di antara mereka benar-benar terdengar saleh dan
tulus dan menyatakan kasih mereka yang besar kepada Tuhan. Tetapi apakah mereka
betul-betul mengasihi-Nya? Masalah saat ini adalah terdapat definisi kasih yang
dangkal dan sentimental. Kita semua telah melihat stiker popular yang dengan
berani menuntut, “Senyum jika Anda mengasihi Yesus,” atau “Klakson jika Anda
mengasihi Yesus,” atau “Melambai jika Anda mengasihi Yesus.” Tetapi bukan itu
yang Tesus katakan. Ia mengatakan, “Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan
menuruti segala perintah-Ku.” Nah, itulah yang otentik! Itu yang nyata. Buih
dangkal dari banyak agama modern mencerminkan hal-hal kecuali kasih.
Dua Strategi Setan
Bagaimana Setan mengatur programnya untuk membuat
bahkan orang yang paling religius berdosa? Sebelum kita melihat dua dari
strateginya yang paling efektif, kita harus mengerti bahwa kita berhadapan
dengan pemalsu terbesar yang pernah hidup. Sebagai penipu besar, ia sering
mencampurkan hal baik dengan buruk untuk mencapai tujuannya. Ia bahkan tidak
keberatan memanfaatkan Kitab Suci jika dapat berfungsi untuk mencapai tujuan
akhirnya.
Setan tidak menulis Alkitab, tetapi ia mengawasi
manusia yang menulisnya, menghafal semuanya. Dan ia sering mengutip
tulisan-tulisan dari Alkitab, seperti yang ia lakukan kepada Yesus di padang
gurun. Di situ, ia mengutip Pemazmur dengan benar bahwa malaikat akan
melindungi kaki dari terantuk batu. Tetapi perhatikan bahwa ia salah menerapkan
tulisan tersebut dengan mendesak Yesus untuk dengan berani melompat dari puncak
bait Allah dan mempercayai malaikat untuk menyelamatkan Dia.
Taktik pintar memutarbalikkan Alkitab membentuk
dasar dari dua trik khusus yang Setan gunakan untuk membuat orang Kristen
melanggar hukum Tuhan. Argumen pertama adalah seperti ini: Karena Alkibat
mengatakan “Berbahagialah mereka yang membasuh jubahnya. Mereka akan memperoleh
hak atas pohon-pohon kehidupan,” maka hal yang paling penting agar diselamatkan
adalah mematuhi hukum (Wahyu 22:14). Jika kita dapat melakukan
itu dengan cukup baik, dalam setiap detil, kita akan memenuhi syarat untuk
hidup yang kekal.
Apakah itu terdengar akrab? Dan bukankan terdapat
beberapa kebenaran dalam argument seperti itu? Memang, sangat penting untuk
mematuhi hukum Tuhan. Tetapi apakah ada pula unsur kesalahan yang terdapat
dalam kepercayaan tersebut? Faktanya adalah tidak seorang pun yang dapat
membuat dirinya cukup baik untuk layak mendapat keselamatan. Doktrin seperti itu
merupakan legalisme, sepenuhnya antitesis dari cara Allah untuk diselamatkan.
Itu merupakan dasar dari setiap agama non-Kristen dan telah menipu jutaan orang
yang mengaku sebagai pengikut Kristus ke delusi yang fatal.
Tapi Anda mungkin bertanya bagaimana mungkin
doktrin seperti itu dapat menuntun orang untuk melanggar hukum Tuhan. Bukankah
hal itu lebih dapat memotivasi orang untuk secara berhati-hati mematuhi
hukum-hukum agar selamat? Dalam hal ini jawabannya adalah tidak. Anda lihat,
Setan tahu betul bahwa hal telah berubah sejak Taman Eden.
Seribu kali lebih mudah bagi Adam untuk patuh
dibandingkan bagi kita. Ia memiliki sifat murni, belum tercemar yang tidak
memiliki kecenderungan untuk berdosa, dan semua godaan berasal dari luar
dirinya. Dengan sifat kita yang telah jatuh, godaan terbesar muncul dari dalam
diri. Tetapi Setan telah meyakinkan jutaan orang bahwa mereka dapat menghindari
dosa, seperti Adam dan Hawa, dengan mencoba lebih keras untuk mematuhi Tuhan. Jadi
mereka dengan sekuat tenaga berjuang untuk memegang kontrol atas kecenderungan
berdosa mereka dan gagal dalam upaya daging mereka. Akhirnya, mereka memutuskan
bahwa adalah hal yang mustahil untuk mendapat kemenangan atas dosa dan bahwa
Tuhan menuntut sesuatu yang tidak dapat dilakukan. Hasilnya adalah semakin
banyak pelanggaran terhadap hukum Tuhan.
Pertimbangan pikiran ini sejenak: Misalkan Anda
dapat menjaga setiap hukum Tuhan dari saat ini hingga sisa hidup Anda. Dengan
kata lain, Anda tidak akan melakukan satu pun kesalahan atau dosa dalam sisa
hidup Anda. Akankah itu menyelamatkan Anda? Tentu saja tidak, karena Anda sudah
pernah berdosa sebelum memulai program ketaatan sempurna ini. Oleh karena itu,
Anda telah berada di bawah hukuman mati oleh pelanggaran masa lalu Anda. Tidak
ada jumlah perilaku baik yang dapat mengubah catatan kesalahan masa lalu Anda.
Kenyataannya adalah hanya satu orang yang pernah datang ke dunia ini dan
menghidupi sebuah kehidupan yang sempuran tanpa melakukan satu dosa pun. Yesus
memiliki catatan yang sempurna. Catatan kita dihapus dan dikaburkan oleh
kegagalan berulang kita dalam mencapai standar Tuhan, yaitu ketaatan
total. Tidak satu pun dari kita yang dapat berdiri di hadapan Tuhan berdasarkan
catatan masa lalu kita. Kita tahu bahwa Tuhan tidak akan menerima apapun selain
kebenaran sempurna, atau perbuatan benar, dan tidak seorang pun dari kita
memiliki catatan seperti itu. Kecuali kita dapat, entah bagaimana caranya,
mendapat kredit atas kesucian, kehidupan tanpa cacat Yesus dan memilikinya
dalam catatan kita, tidak terdapat kemungkinan apapun bagi kita untuk selamat.
Bagaimana bersyukur kita seharusnya bahwa pengaturan tersebut telah tersedia
melalui kasih karunia Yesus, Tuhan kita.
Salah satu kutipan paling menakjubkan dalam
Alkitab dapat ditemukan di Roma 5:10, “Sebab jikalau kita, ketika masih seteru,
diperdamaikan dengan Allah oleh kematian Anak-Nya …” Mari berhenti sejenak dan
perhatikan paruh pertama ayat tersebut, karena itu mengandung pesan yang paling
penting di dalam Alkitab. Ayat ini mengatakan pada kita bahwa kita menjadi
musuh Tuhan karena kita berdosa. Sebuah pendamaian diperlukan agar kita
memiliki harapan. Untuk menghapus dosa yang memisahkan kita dari Tuhan, sebuah
penebusan perlu dicapai. Ayat kita mengatakan bahwa hanya kematian Yesus yang
dapat mencapai pendamaian tersebut.
Bagaimana salib menghapus permusuhan itu dan
mengembalikan hubungan Tuhan dengan manusia? Apa yang Yesus bawa ke salib itu?
Dengan tubuh-Nya sendiri Ia mewakili menanggung kesalahan tiap keturunan Adam
dan Hawa. Bahkan, Yesus menawarkan untuk membuat pertukaran dengan
masing-masing kita. Ia akan mengambil hukuman mati kita, menanggungnya di
salib, dan mengambil akibat dosa dari kita. Di saat yang sama Ia menanggung
hukuman kita, Ia menyelimuti catatan buruk mengenai kesalahan-kesalahan masa
lalu kita. Bahkan, Ia mencapai ini dengan memberi kita kredit atas
kehidupan-Nya yang dipenuhi dengan ketaatan sempurna. Jadi apa yang kita
hasilkan, dan apa yang kita terima dari-Nya? Kita menyerahkan kematian kita
diganti dengan kehidupan-Nya; dan sebagai hasilnya, Tuhan memperlakukan kita
seolah-olah kita tidak pernah berdosa, dan Ia memperlakukan Yesus di kayu salib
seolah-olah Yesus bersalah atas segala dosa kita.
Sekarang liatlah sisa Roma 5:10. Setelah
menjelaskan pendamaian yang dipengaruhi oleh kematian Yesus, Paulus
melanjutkan, “ lebih-lebih kita, yang sekarang telah diperdamaikan, pasti akan
diselamatkan oleh hidup-Nya!” Perlu diketahui bahwa kita perlu kehidupan dan
kematian Yesus untuk mencapai keselamatan penuh. Dosa masa lalu ditutupi oleh
keuntungan yang diperhitungkan melalui kematian penebusan-Nya, dan kemenangan
masa depan dijamin dengan manfaat yang disampaikan oleh kehidupan sempurna-Nya
dalam daging.
Kita tidak dapat mengubah atau memperbaiki
tindakan yang telah dicatat melawan kita. Hal itu hanya dapat dibatalkan dengan
mengklaim ke rekening kita catatan mengenai ketaatan sempurna-Nya. Setiap
tindakan masa depan kita dapat diubahkan dengan menerima pengalaman
kemenangan-Nya saat Ia hidup dalam sifat yang telah jatuh kita. Dan itu membawa
kita kepada strategi kedua yang digunakan Setan untuk menyebabkan orang berbuat
dosa.
Perangkap Kasih Karunia yang Murah
Dalam serangan pintar ini, sang pemalsu besar
membuat argumen berbeda yang berbunyi seperti ini: “Tidak ada yang dapat
diselamatkan dengan menjaga hukum. Kita tidak dibenarkan oleh perbuatan, tetapi
dengan kasih karunia melalui iman. Kita tidak berada di bawah hukum Taurat,
tetapi di bawah kasih karunia. Mematuhi perintah-perintah tidak dibutuhkan
selama kita mengasihi Yesus.” Sekali lagi, kita melihat bahwa terdapat banyak
kebenaran pada perkataan tersebut, tetapi ada juga kesalahan mengerikan.
Walaupun kita tidak dibenarkan oleh perbuatan, kita tidak dikecualikan dari
ketaatan pula.
Banyak orang yang tak terhitung jumlahnya telah
menjadi mangsa dari taktik ini. Saya melihat mereka tiap saat dalam
penginjilan. Orang Kristen dari tiap denominasi memberikan persetujuan kuat
untuk beberapa malam pertama dari kebaktian kebangunan rohani, tetapi lalu kami
memperkenalkan pelajaran mengenai hukum dan kasih karunia. Seketika reaksi
bermunculan. “Saudara Joe, jangan berbicara kepada kami tentang hukum tua. Kita
tidak diselamatkan oleh perbuatan. Kita di bawah kasih karnia, dan menjaga
perintah-perintah tidak akan menyelamatkan kita.” Apakah Anda melihat
masalahnya? Dalam reaksi ekstrim terhadap legalisme, jiwa-jiwa yang tulus
menyimpang jauh ke sisi kasih karunia murah dan hampir menjadi antinomia dalam
pandangan mereka.
Betapa sulitnya untuk menyeimbangkan pertanyaan
mengenai iman dan perbuatan! Terdapat dua ekstrem, dan Setan tidak peduli ke
arah mana kita pergi. Itu seperti mendayung perahu dengan dua dayung bernama
“iman” dan “perbuatan”. Jika salah satu dayung tidak bekerja, perahu akan berputar-putar
di tempat. Banyak orang yang hanya berputar-putar di tempat, karena tidak
terdapat daya yang seimbang dalam kedua aspek penting keselamatan ini. Faktanya
kita berbicara mengenai dua sisi dari hal yang sama. Itulah sebabnya tidak
seharusnya terdapat konflik dalam hal ini. Iman yang benar selalu menghasilkan
perbuatan baik melalui ketaatan. Pembenaran asli selalu menghasilkan
pengudusan. Alkitab benar-benar menyatakan bahwa “Iman tanpa
perbuatan-perbuatan adalah mati” (Yakobus 2:26).
Musuh besar kita, si iblis, dengan liciknya telah
memalsukan kedua sisi doktrin indah mengenai pembenaran oleh iman. Ia telah
mendistorsi “kebenaran” menjadi legalisme dan “iman” menjadi pengganti murah
yang bahkan tidak menghasilkan ketaatan. Seseorang telah menyebutnya sebagai
“agape ceroboh”, karena ini juga telah mencemarkan kasih menjadi
sentamentalisme yang tidak jelas.
Dalam Kitab Suci terdapat tiga jenis iman. Satu
adalah iman yang bahkan dimiliki setan, tetapi Yakobus menjelaskan bahwa macam
yang ini tidak bekerja sama sekali. Ia semata-mata hanyalah sebuah pengetahuan
intelektual. Ia tidak dapat menyelamatkan seorang pun. Yang kedua melakukan
perbuatan, tetapi untuk alasan yang salah. Ia dapat diilustrasikan sebagai
sopir yang melihat tanda berhenti di persimpangan. Ia memiliki iman pada tanda
itu dan imannya bekerja; ia menghentikan kendaraannya. Tetapi mengapa ia
berhenti? Karena takut ia akan tertabrak kendaraan lain? Atau takut polisi
mungkin saja melihat untuk menilangnya? Iman semacam ini juga tidak berkenan di
hadapan Tuhan karena didasarkan pada rasa takut.
Sayangnya, banyak orang yang mengaku Kristen
memiliki kepercayaan seperti ini. Mereka tahu bahwa ada api di ujung jalan, dan
mereka tidak mau pergi ke dalam api itu. Jadi mereka memaksa diri mereka untuk
melakukan semua perbuatan baik yang percayai harus dilakukan orang baik. Ini
hanyalah bentuk lain dari legalisme yang kita bicarakan sebelumnya.
Jenis iman yang ketiga, satu-satunya yang
diterima Tuhan, dijelaskan dalam Galatia 5:6, “Sebab bagi orang-orang yang ada
di dalam Kristus Yesus hal bersunat atau tidak bersunat tidak mempunyai sesuatu
arti, hanya iman yang bekerja oleh kasih.” Itulah motivasi sesungguhnya untuk
tiap tindakan penurutan kepada hukum Tuhan.
Dosa dan Orang Kristen
Namun sebelum kita menunjukkan bagaimana motivasi
kasih ini merupakan jantung dari semua penerimaan yang benar di hadapan Tuhan,
mari kita beralih kepada beberapa pernyataan paling dogmatis yang dicatat oleh
penulis terinspirasi. Beberapa bahkan mengklasifikasikan bahasa Yohanes sebagai
melewati batas, namun Anda silakan menjadi hakim saat kita membaca kata-kata
dari murid kasih itu. Harap diingat bahwa Yohanes adalah murid yang bersandar
di dada Yesus, Dia adalah yang paling hangat dan berhati lembut di antara kedua
belas murid. Ia menulis lebih banyak mengenai kasih di Perjanjian Baru
dibandingkan penulis lainnya, namun ia mungkin menulis lebih banyak mengenai
hukum Tuhan dibandingkan penulis lainnya pula.
Pertama, kita akan membaca definisi dosa yang
paling sederhana dan singkat yang dapat ditemukan dalam Kitab Suci. Yohan
menyatakan, “Setiap orang yang berbuat dosa, melanggar juga hukum Allah, sebab
dosa ialah pelanggaran hukum Allah” (1 Yohanes 3:4). Cobalah
tanamkan ayat ini dengan jelas dalam pikiran anda, karena sisa pembahasan ini
berfokus pada sifat dosa dan menggunakan definisi eksklusif ini untuk itu. Ayat
ini sangat jelas, tetapi kita perlu mengukur kata “hukum” dalam ayat ini. Hukum
apakah yang dimaksud? Paulus menjawabnya dalam diskusi paralel mengenai dosa
dalam Roma 7:7. Ia bertanya: “Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan?
Apakah hukum Taurat itu dosa? Sekali-kali tidak! Sebaliknya, justru oleh hukum
Taurat aku telah mengenal dosa. Karena aku juga tidak tahu apa itu keinginan,
kalau hukum Taurat tidak mengatakan: Jangan mengingini!" Di sini artinya
sangat jelas. Paulus mengutip langsung dari Sepuluh Perintah Allah dan
menyatakan dengan tegas bahwa dosa adalah pelanggaran terhadap hukum tersebut.
Jadi, saat kita membaca 1 Yohanes 3 lebih lanjut,
tetapkan dengan jelas dalam pikiran bahwa dosa telah didefinisikan dalam ayat 4
sebagai pelanggaran terhadap hukum moral dekalog. Ayat 5 melanjutkan diskusi
dengan kata-kata ini, “Dan kamu tahu, bahwa Ia telah menyatakan diri-Nya,
supaya Ia menghapus segala dosa.” Apa yang Yesus ambil dari kita? Dosa kita.
Dosa apa? Pelanggaran terhadap Sepuluh Perintah Allah. Oleh karena itu, Ia
datang untuk menyelamatkan kita dari pelanggaran terhadap hukum-hukum tersebut.
Ia datang untuk mencegah kita dari berbuat dosa.
Kemudian Yohanes memulai serangkaian pernyataan
kebenaran radikal yang telah membingungkan banyak orang Kristen modern. Ia
mengatakan, “Karena itu setiap orang yang tetap berada di dalam Dia, tidak
berbuat dosa lagi; setiap orang yang tetap berbuat dosa, tidak melihat dan
tidak mengenal Dia” (ayat 6). Luar biasa. Banyak orang yang
dikenal karena khotbah yang berani, tetapi saya tidak pernah mendengar
kata-kata yang sangat kuat seperti itu dari pengkhotbah atau pendeta yang hidup
sekarang. Yohanes yang dikasihi menyatakan, “Siapapun yang terus berjalan dalam
ketidaktaatan terhadap Sepuluh Perintah Allah tidak pernah bertemu Yesus dan
tidak mengetahui apa-apa mengenai keselamatan-Nya.” Mengejutkan? Memang.
Tapi tunggu. Ada yang lebih dari itu, dan ini
akan menjadi lebih kuat. Ayat berikutnya: “Anak-anakku, janganlah membiarkan
seorangpun menyesatkan kamu. Barangsiapa yang berbuat kebenaran adalah benar,
sama seperti Kristus adalah benar; barangsiapa yang tetap berbuat dosa, berasal
dari Iblis” (ayat 7, 8). Yohanes dengan berani menunjukkan
perbedaan antara kebenaran yang palsu dan yang sesungguhnya.
Kebetulan, terdapat hal signifikan besar dalam
kata-kata “Janganlah membiarkan seorangpun menyesatkan kamu.” Ini mengingatkan
kita bahwa apa pun yang muncul setelah ini akan menjadi subyek dari delusi
besar dan penipuan. Dalam Matius 24:3 para murid bertanya kepada Yesus mengenai
tanda-tanda dari kedatangan-Nya dan dalam ayat 4 Ia menjawab, “Waspadalah
supaya jangan ada orang yang menyesatkan kamu!” Ia lalu melanjutkan dengan menguraikan
kebingungan mengerikan yang menandakan pengajaran mengenai “pengangkatan” di
akhir zaman. Jadi kita dapat menduga bahwa kesalahpahaman yang sama aka nada
dalam doktrin pembenaran oleh iman pada akhir zaman. Pertanyaan mengenai dosa
akan dibuat membingungkan. Doktrin mengenai ketaatan dan hukum akan dikacaukan
dan diputarbalikkan.
Yohanes mendorong kita untuk mengindahkan
peringatan bahwa tidak ada orang benar yang akan berjalan secara sukarela dalam
ketidaktaatan terhadap Sepuluh Hukum Allah. Dia bahkan mengatakan bahwa
orang-orang tersebut sebetulnya berasal dari iblis dan bukan seorang Kristen
sama sekali! Kemudian ia menambahkan kata-kata ini yang telah diperdebatkan
oleh banyak theolog serta orang awam, “Setiap orang yang lahir dari Allah, tidak
berbuat dosa lagi; sebab benih ilahi tetap ada di dalam dia dan ia tidak dapat
berbuat dosa, karena ia lahir dari Allah” (ayat 9). Siapakah benih wanita dalam
Alkitab? Yesus adalah benih yang benar, dan anak Tuhan yang benar-benar
bertobat memiliki Kristus dalam hatinya. Dan selama Yesus berada di sana ia
tidak dapat berdosa. Agar dapat berdosa ia harus mengeluarkan Yesus dari
hatinya. Kristus bukanlah pelayan dosa dan ia tidak dapat berbagi hati dengan
siapa yang dengan sengaja memilih untuk tidak mematuhi hukum Tuhan. Yohanes
tidak mengatakan bahwa seorang Kristen kehilangan kuasanya untuk memilih,
tetapi ia menyatakan bahwa Kristus tidak berdiam dalam hati orang yang
melanggar dengan sengaja.
Mari kita luruskan tentang hal berbuat dosa ini.
Sebuah doktrin aneh telah masuk ke dalam gereja Kristen melalui ajaran
Augustine dan John Calvin. Sistem kepercayaan palsu ini berpegang pada gagasan
bahwa kita dapat berjalan dalam ketidaktaan yang disengaja dan masih memiliki
jaminan keselamatan. Hal ini tidak benar. Namun demikian, jutaan orang menelan
konsep terdistorsi bahwa pembenaran mengubah posisi kita di hadapan Tuhan
tetapi tidak mengubah keadaan kita.
Pandangan Calvinis adalah diliputi pembenaran
membuat kita diterima di hadapan Tuhan walaupun kita terus-menerus sengaja
berbuat dosa. Dalam analisis akhir, kita diberitahu bahwa penebusan
menyelamatkan kita dalam dosa tetapi bukan dari dosa itu sendiri. Akibatnya,
pesan itu menyatakan bahwa penebusan tidak memberi banyak perubahan pada sifat
alami orang Kristen dalam relasinya dengan dosa seperti itu mengubah sifat dosa
dalam relasinya terhadap orang Kristen.
Untuk alasan tertentu, setelah menerima Yesus,
dosa bukanlah faktor mematikan seperti sebelumnya. Dengan berbuat dosa sebagai
orang yan belum bertobat kita ditakdirkan untuk kehancuran, tetapi berbuat dosa
yang sama setelah “diselamatkan” tidak dapat mengirim orang Kristen ke neraka.
Apakah Anda melihat bagaimana ajaran ini berusaha
untuk mengubah sifat dosa bukannya mengubah sifat orang berdosa? Bukankah ini
bermain-main dengan agama? Pembenaran tidak pernah menutupi dosa-dosa yang
terus kita lakukan. Pembenaran memberikan hati dan hidup baru yang disebut
konversi dimana kita mulai memperlihatkan gaya hidup spiritual yang baru.
Pembenaran tidak dapat dipertahankan sementara dosa-dosa yang disengaja sedang
dilakukan. Itu bukanlah jubah untuk menutupi pelanggaran yang berkelanjutan;
itu adalah transformasi spiritual yang menghilangkan kesalahan juga kuasa dosa.
Tandai dengan baik: Iman yang benar selalu menghasilkan
karya-karya baik ketaatan. Iman tanpa perbuatan adalah mati. Yesus datang ke
dunia ini untuk menyelamatkan manusia dari dosanya, bukan dalam dosanya.
Alkitab mengatakan banyak tentang dosa, tetapi tidak pernah sebagai hal baik.
Misalnya, Anda tidak akan membaca dalam ALkitab bahwa kita harus mengurangi
jumlah dosa yang kita lakukan. Tidak ada nasihat untuk mengurangi ketidaktaatan
kita.
Dosa benar-benar tidak dapat ditawar di hadapan
Tuhan. Kita harus benar-benar menolak, mengabaikan, dan meninggalkan setiap
praktek dosa yang diketahui. Yesus mengatakan, “Pergilah, dan jangan berbuat
dosa lagi mulai dari sekarang.” Ia tidak mengatakan, “Pergilah, dan kurangi
dosa ini”! Yohanes tidak menulis, “Anak-anakku, hal-hal ini kutuliskan kepada
kamu, supaya kamu berbuat dosa makin sedikit.” Ia mengatakan, “Kutuliskan
kepada kamu, supaya kamu jangan berbuat dosa.”
Yohanes yang dikasihi tidak menahan diri dalam
menulis tentang dosa. Tidak ada pengkhotbah modern yang pernah mengatakannya
lebih kuat dari dia. Ia menyatakan, “Barangsiapa yang tetap berbuat dosa,
berasal dari Iblis” (1 Yohanes 3:8). Kebodohan mengenai Tuhan
menganggap kita benar sementara kita dengan sengaja memilih untuk terus tidak
taat kepada-Nya tidak didukung dalam Alkitab. Injil adalah kuasa Tuhan yang
menyelamatkan, dan kuasa itu mampu untuk menyelamatkan kita dari semua dosa
maupun dari beberapa dosa. Mengapa kita terus percaya bahwa Tuhan yang maha
kuasa akan mengampuni kita dan membiarkan kita berada di bawah kuasa dosa? Itu
akan membuat Tuhan kaki tangan dalam dosa kita.
Dihakimi Menurut Perbuatan Kita
Akhirnya, marilah kita mempertimbangkan fakta
bahwa penghakiman akan berlangsung berdasarkan perbuatan kita. Saya tahu ini
mungkin terdengar legalistik bagi beberapa orang, tetapi Alkitab sangat jelas
mengenai ini. Yohanes menulis: “Dan aku melihat orang-orang mati, besar dan
kecil, berdiri di depan takhta itu. Lalu dibuka semua kitab. Dan dibuka juga
sebuah kitab lain, yaitu kitab kehidupan. Dan orang-orang mati dihakimi menurut
perbuatan mereka, berdasarkan apa yang ada tertulis di dalam kitab-kitab itu.
…. dan mereka dihakimi masing-masing menurut perbuatannya” (Wahyu
20:12, 13).
Bagaimana kita menyelaraskan kata-kata ini dengan
apa yang telah kita temukan mengenai kasih dan kemurahan Tuhan? Bukankah
bertentangan dengan pembenaran Alkitab untuk perbuatan dijadikan dasar dalam
penghakiman? Sama sekali tidak, jika kita mempertibangkan cara perbuatan
dinilai. Sangat penting bahwa kita memahami persis bagaimana Tuhan akan
mengukur dan menguji tindakan setiap individu. Apa yang menentukan apakah
mereka diterima atau ditolak? Apakah jumlah yang dilakukan? Jika kita cukup
melakukan hal baik, akankah kita diberikan izin masuk? Dan akankah kita
dibiarkan di luar bila perbuatan kita tidak cukup?
Dalam Khotbah di Atas Bukit Yesus menggambarkan
kelompok yang cukup besar yang ingin masuk ke dalam kerajaan Tuhan. Kita telah
menyebut ayat ini sebelumnya. Yesus mengatakan, “Pada hari terakhir banyak
orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi
nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi
nama-Mu juga? Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan
berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat
kejahatan!” (Matius 7:22, 23).
Pikirkan dengan hati-hati perkataan orang-orang
tersebut. Yesus tidak membantah atau menolak kebenaran dari apa yang mereka
lakukan. Mereka menyombongkan diri atas pekerjaan banyak mereka. Tidak ada
kekurangan dalam kuantitas. Jumlahnya cukup, tetapi jelas pekerjaan mereka
tidak dinilai berdasarkan kuantitas—mereka ditolak masuk. Tetapi kami lebih
bingung ketika kami membaca pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan orang-orang itu.
Mereka “hebat” dan “banyak”. Kualitasnya juga tampaknya baik. Mungkin salah
satu dari mereka telah menyumbang jutaan dolar untuk membangun sinagoge; namun
mereka tidak diizinkan masuk. Misteri bertambah dalam. Faktor apa lagi yang
mungkin berperan dalam hukuman berat itu, “Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian
pembuat kejahatan”?
Jawabannya terdapat di kitab terakhir dalam
Alkitab, dan ketika kita membacanya, seluruh teka-teki tiba-tiba jatuh ke
tempatnya dan menjadi fokus. Dalam Wahyu 3:15 Tuhan berkata, “Aku tahu segala
pekerjaanmu.” Tentu saja Ia tahu, karena Ia menyimpan catatannya dan akan
menjadi hakim. Tapi mari kita baca lebih lanjut, “Aku tahu segala pekerjaanmu:
engkau tidak dingin dan tidak panas. Alangkah baiknya jika engkau dingin atau
panas! Jadi karena engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas, Aku akan
memuntahkan engkau dari mulut-Ku” (Wahyu 3:15, 16).
Inilah rahasia dari seluruh perkara ini!
Perbuatan kita akan dihakimi pada akhirnya, tetapi bukan oleh berat dan
besarnya. Mereka akan dihakimi oleh panas! Dengan kata lain, semua ketaatan
kita harus bersumber dari hati yang terbakar oleh kasih dan pengabdian kepada
Tuhan. Motivasi akan disingkapkan dan diperiksa oleh Tuhan yang melihat segala
sesuatu. Tidak ada jumlah atau jenis pekerjaan manusia yang akan berarti pada
hari itu kecuali mereka dihasilkan oleh hubungan kasih yang berapi-api dengan
Yesus.
Di sini kita melihat paradoks masalah
iman-perbuatan. Perbuatan antara layak akan segala sesuatu atau tidak layak
sama sekali. Mereka adalah bau-bauan yang harum di hadapan Tuhan atau mereka
adalah kekejian. Semuanya bergantung pada motivasi dan siapa yang memberikan
kekuatan untuk melakukan perbuatan-perbuatan tersebut. Perbuatan daging adalah
usaha manusia untuk menyelamatkan dirinya sendiri, tetapi perbuatan kasih yang
muncul dari kehadiran Roh Kudus adalah kebalikannya. Mereka berdiri sebagai
mandat asli iman dan kasih sejati.
Tuhan tidak mengubah ujian sejak di Taman Eden.
Ia tetap menuntut ketaatan yang sama. Satu-satunya perbedaan adalah di Eden
nenek moyang kita yang belum jatuh memiliki, secara alami, kekuatan untuk
menurut. Sayangnya, sebagai anak-anak pasca jatuhnya Adam dan Hawa, kita
mewarisi sifat duniawi yang tidak tunduk kepada hukum Tuhan, kecuali dengan
keajaiban konversi dan “Kristus di dalam kamu.” Inilah sebabnya Yesus
menyatakan, “Sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat
melihat Kerajaan Allah” (Yohanes 3:3). Dan kepada orang muda
kaya yang bertanya, “Perbuatan baik apakah yang harus kuperbuat untuk
memperoleh hidup yang kekal?” Yesus menjawab, “Turutilah segala perintah Allah”
(Matius 19:17).
Tidak terdapat kontradiksi dalam kedua pernyataan
Sang Guru. Tidak ada yang dapat diselamatkan tanpa mengalami kelahiran baru,
dan tidak ada yang dapat diselamatkan yang memilih untuk berjalan dalam ketidaktaatan
terhadap hukum Tuhan. Kedua hal ini bekerja sebagai dua bagian dari pengalaman
keselamatan yang sama.
Kebenaran sentral dalam setiap ucapan tersebut
adalah bahwa tidak ada yang bisa taat jika belum bertobat, dan tidak ada yang
bisa secara sengaja menolak untuk taat jika sudah bertobat. Jangan biarkan
seorang pun meyakinkan Anda bahwa perbuatan tidaklah penting dan tidak perlu,
atau bahwa mematuhi perintah Tuhan adalah legalisme. Tetapi periksalah hati
Anda dengan kehati-hatian untuk menentukan akar yang tersembunyi dari buah yang
menghiasi gaya hidup Kristen Anda. Jika kesesuaian dengan hukum Tuhan adalah
sebuah hasil spontan dari hubungan Anda dengan Kristus yang menggembirakan dan
terus menerus, maka siapa pun yang menuduh Anda sebagai legalis akan terekspos
sebagai seorang yang suka menghakimi dan menghukum dirinya sendiri. “Karena
kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan
baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di
dalamnya” (Efesus 2:10).
Sumber : Amazing Facts Indonesia.
0 comments:
Post a Comment