Wednesday 25 May 2016

DOMINE QUO VADIS? (“Hendak kemanakah Engkau Tuhan?”).



DOMINE QUO VADIS?
(“Hendak kemanakah Engkau Tuhan?”)


Pagi itu ketika fajar merekah, dua sosok tubuh berjalan disepanjang jalan Appia menuju padang Campania. Seorang dari mereka adalah Nazarius.satunya lagi Rasul Petrus. Dia meninggalkan kota Roma beserta semua umat Kristen yang sudah atau sedang mati sebagai martir di kota ini.
Kenapa Petrus pergi meninggalkan kota Roma saat umat Kristen disana sedang teraniaya? Ia punya banyak alasan pembenar:
Beberapa hari yang lalu beberapa umat Kristen yang masih bebas telah merundingkan cara terbaik untuk menyelamatkan Rasul. Mereka mengangap jiwa Petrus adalah yang paling berharga dianatara mereka semua. Tigellinus komandan pasukan Nero telah bertekat mengkap Petrus dengan cara apa pun. Dia yakin setelah para Rasul lenyap, akan musnah pula sisa ajaran yang dibencinya ini. 
Vinicius sebelum berangkat telah mengingatkan petrus akan adanya ancaman bahaya. “Rasul,” kata Vinicius, “di waktu fajar besok kau akan diantar ke Perbukitan Alban. Kami akan menyusulmu ke sana, lalu kami akan mengajakmu serta ke Antium. Sebuah kapal sudah siap mengantar kita ke Neapolis, dan dari sana dilanjutkan ke Sicilia. Terpujilah Tuhan saat kau kelak melangkah kaki kedalam rumahku dan duduk di muka perdianganku!”

Semuanya yang lainpun mendesak agar Petrus menerima ajakan ini. “Kami mohon sudilah Tuan mengungsi,” kata mereka. “Tuan tidak bisa terus tinggal di Roma. Tuanlah yang harus tetap memelihara iman kami. Kalau tidak, tuan pasti binasa bersama kami - dan demikian juga iman kita. Dengarlah kata-kata kami seperti seorang ayah mendengarkan kata-kata anaknya!” 

Memang Petrus tidak pernah mengatakan akan meninggalkan Roma, walaupun sudah lama kegelisahan dan kengerian menjalari sukmanya. Domba-dombanya sudah binasa. Dia merasa gagal menunaikan tugasnya. Sebelum Roma terbakar, gerejanya berkembang bagaikan pohon yang subur, tapi kini semuanya sudah musnah menjadi abu akibat akibat keganasan si binatang Nero. Benih Firman yang ditabur telah menghasilkan panen melimpah-ruah, namun sekarang iblis mengijak-injak hasil panen ini. Dan bala tentara surga tidak datang untuk menolong orang-orang Kristen yang binasa. “O Tuhan, apa yang harus kulakukan? Bagaimana aku bisa tetap tinggal disini? Bagaimana bisa aku seorang tua renta, bertarung melawan kekuatan jahat yang Kau biarkan memerintah dan menaklukan kami?”

Tenggelam dalam kesedihan, Petrus menyrukan nama Tuhan dan mengulangi, Domba-domba yang Kau berikan kepadaku sudah binasa. Gerejamu sudah tidak ada lagi. Kesedihan dan suasana berkabung memenuhi kota. Lalu apalagi yang harus kulakukan? Apakah aku harus tetap tinggal di sini? Ataukah aku harus mengungsikan sisa domba-Mu ke seberang lautan dan di sana sekali lagi kami bisa mengagumkan nama-Mu?”

Petrus, tidak bisa tidur! Hatinya penuh kebimbangan, sebenarnya ia yakin, kalau ia meninggalkan Roma, semua orang beriman akan mengikutinya. Dia dapat membawa mereka ke padang belantara Galilea yang teduh, dan ke Danau Tiberias yang permukaannya jernih seperti cermin. Tapi pantaskah kalau dia sendiri yang duluan mengungsi mencari selamat? Seandainya dia berbuat demikian, bagaimana nanti pertanggungjawaban kepeda Tuhan “Mereka mati karena Iman mereka. Tapi kau... melarikan diri!” Akhirnya Linus membungkukkan tubuhnya di hadapan Petrus, “Tuan,” katanya Yesus Kristus sudah bersabda kepadamu, ‘peliharakanlah domba-domba-Ku,’ Tapi kini domba-dombamu sudah tiada lagi. Mereka sudah hampir punah sama sekali. Maka kembalilah ke tempat dimana kau akan mendapat kelompok domba yang baru. Di Efesus, di Yerusalem, di Antiokia dan di kota-kota lain tempat Firman Tuhan bebas diberitakan. Mengapa kau harus tetap di Roma? Seandainya kau binasa, kau hanya akan memberikan kemenangan mutlak kepada iblis. Yang Mahakuasa mengisinkan Yohanes tetap hidup, sedangkan Paulus warga negara Romawi. Dia tidak bisa dijatuhi hukuman sebelum diadili sesuai dengan hukum. Tapi seandainya Tuan celaka, orang yang hatinya sudah goyah akan berkata, Siapa coba yang lebih besar dari pada Nero?’ Tuan adalah batu karang tempat Kristus akan mendirikan gereja-Nya. Maka tinggalkan kami untuk mati. Tapi jangan biarkan orang kafir mendapat kemenangan atas diri Tuan Utusan Tuhan. Jangan kembali sebelum Tuhan merobohkan orang yang menumpahkan darah orang-orang yang tidak berdosa.” 

“Ya, ya!” yang lain juga menyetujui. “Lihat betapa kami memohon kepadamu dengan air mata bercucuran!” Sambil mencucurkan air mata akhirnya Petrus memutuskan “Kalian benar, aku harus pergi keluar Roma.” Pagi itu bersama Nazarius, Petrus berangkat meninggalkan Roma. 

Tatkala matahari mulai menyeruak di celah antara pegunungan, tiba-tiba Petrus melihat pemandangan aneh – pemandangan yang memebuat langkahnya terhenti seketika. Dilihatnya bulatan kuning matahari seakan tidak naik ke langit, melainkan menuruni lereng bukit dan bergerak sepanjang jalan yang kosong dan lenggang itu! 

Petrus berhenti dan berkata pada Nazarius,” Kau melihat cahaya yang datang ke arah kita?” “Tidak,” jawab Nazairus. “Aku tidak melihat apa-apa.” 

Petrus melindungi matanya dengan kedua tangan, kemudian meneruskan, “Ada orang berjalan ke arah kita melalui sinar matahari.” Tapi tidak terdengar suara langkah kaki. Sekitar mereka sunyi senyap. Nazairus hanya melihat pohon-pohon menggeletar, seakan digoyangkan tangan yang tidak kelihatan. 

“Tuan kena apa?” serunya cemas, sebab dilihatnya tongkat terlepas jatuh dari tangan Petrus. Pandangan Petrus terpusat kedepan sana. Mulutnya setengah terbuka. Wajahnya memancarkan air muka takjub, gembira, dan terpesona. Tiba-tiba Petrus jatuh berlutut, mengulurkan kedua lengannya dan berseru “Kristus! Kristus!”

Lalu Petrus jatuh menelungkup, seakan sedang mencium kaki yang tidak kelihatan. Beberapa waktu lamanya tak terdengara suara apa pun. Akhirnya Petrus berkata dengan suara terputus-putus oleh isak tangis, “Domine Quo Vadis?”

Nazairus tidak mendengar jawaban atas pertanyaan Petrus. Tetapi di telinga Petrus terdengar sebuah suara penuh kesedihan dan lemah lembut dari Seseorang yang berkata,  “Karena kini engkau meninggalkan umat-Ku, maka Aku akan pergi ke Roma, untuk disalibkan kali yang kedua.”

Petrus masih menelungkup di tanh, wajahnya terbenam dalam debu, tubuhnya diam tidak bergerak-gerak. Nazairus mulai takut, jangan-jangan Petrus jatuh pingsan atau kehabisan tenaga. Tetapi tiba-tiba Petrus bangkit berdiri. Dan tanpa mengatakan apa pun berbalik menghadap ke arah Roma, ia berjalan melupakan tongkatnya. 

Seperti gema, Nazairus mengulangi kata-kata Petrus, “Domine Quo Vadis?” Dan Petrus menjawab dengan lemah lembut, “Ad Roman.” Maka mereka pun kembali ke Roma.

Sejarah mencatat akhirnya Petrus kembali ke kota Roma untuk menguatkan sisa jemaat yang ada disana. Meskipun akhirnya Rasul Petrus harus mati sebagai martir dengan cara di salib terbalik, Firman Tuhan yang diajarkannya tidak pernah padam atau mati. Jumlah petobat baru semakin banyak, tampaknya setiap tetes air mata yang menitik dari semua orang syahid menjelma menjadi pengikut baru. Setiap gerangan yang keluar di arena gladiator seakan bergema kembali sebagai Nafiri Kehidupan. Di tengah penyembah berhala yang semakin gila dan darah orang percaya yang tertumapah mereka telah menemukan Tuhan yang bisa mereka cintai, mereka menemukan apa yang tidak bisa dunia berikan, yaitu kebahagiaan karena kasih.

Pada akhirnya hidupnya saat hampir di salib, Rasul Petrus berkata “Aku tidak layak mati dengan cara Tuhanku mati” akhirnya prajurit Roma menyalibkan Petrus dengan cara terbalik, kepala di bawah dan kaki di atas. (cuplikan dari buku dan film “QUO VADIS”).




DOMINE QOU VADIS?

 Kalimat di atas bisa diterjemahkan bebas “Hendak kemanakah Engkau Tuhan?” itulah pertanyaan Petrus ketika ia bertemu Tuhan Yesus Kristus di tengah perjalanan saat ia meninggalkan kota Roma. Lalu Tuhan menjawab “Karena kini engkau meninggalkan umat-Ku maka Aku akan pergi ke Roma, untuk disalibkan kali yang kedua.”
 
Tampaknya peristiwa “serupa tapi tak sama” kini sedang terjadi di tengah kita. Banyak “Anak Tuhan” sekarang lari dari tugas utama Amanat Agung untuk “Memberitakan Injil, menyelamatkan yang terhilang” mereka sibuk membangun rumah tangga gereja lokal mereka sendiri, tinggal dalam zona aman & nyaman, akibatnya Tuhan Yesus pergi sendiri ke ladang misi untuk menyelamatkan yang terhilang. Kiranya menjadi berkat untuk Anda Tuhan Yesus Kristus Memberkati Anda. Amin..!!!



Sumber : Buku Chariot of Fire
 (Menanti Bangkitnya Generasi Elisa)

 

0 comments:

Post a Comment