TELADAN YANG BAIK DARI SEORANG AHOK YANG PERLU DI CONTOHI
Pada suatu
hari, seorang wartawan bertanya kepada seorang karyawan Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta. “ Bapak mendukung Ahok atau mendukung DPRD DKI?
Bapak
tersebut langsung menjawab; “saya mendukung Ahok (Basuki Tjahaja Purnama)”.
Lalu dia menambahkan; “ Cuma satu hal yang saya tidak suka dengan dia (Ahok).
Congornya itu lho yang nggak bisa dijaga!” “Hampir setiap hari marah-marah di
kantor.” Katanya.
Congor
adalah bahasa kasar dari etnis Jawa untuk menyebut mulut seseorang saat
berkata-kata. Lebih sering digunakan pada hewan seperti sapi (congor/cingur).
Wartawan itu
kemudian menimpali: “Ahok marah dan memaki seperti itu pasti ada sebabnya.
Kalau tidak ada sebabnya, mengapa dia harus marah?. Karyawan Provinsi DKI
Jakarta itu tidak bisa menjawab.
“Saya tidak peduli jika DPRD akan memakzulkan saya,
sebab bagi saya mendengar suara hati nurani lebih penting daripada mendengar
suara DPRD. Bagi saya jabatan bukan segala-galanya.” kata Ahok
Ucapan Ahok
yang tanpa basa basi itu beberapa hari belakangan ini kembali berkumandang ke
penjuru nusantara Indonesia, mungkin juga dunia setelah ia “bertengkar” dengan
DPRD DKI Jakarta gara-gara ia mendapati ada dana siluman Rp 12,1 triliun dalam
RAPBD 2015 yang disisipkan oleh para anggota DPRD.
Kita tidak
membahas detail hal-hal yang menjadi pertengkarang antara Ahok dan DPRD DKI
Jakarta , karena saya yakin semua saudara pasti sudah tahu masalahnya. Dengan
banyaknya media yang memberitakan masalah ini, beruntung bagi kita semua rakyat
Indonesia dapat mengetahui sedikit demi sedikit mengenai permasalahan antara
“pribadi” (Ahok) melawan “lembaga” (DPRD DKI Jakarta) ini.
Apakah Ahok
terlalu lebay? Mencari sensasi? Mencari popularitas melalu pencitraan? Saya
rasa tidak, karena semua orang sudah kenal siapa Ahok dan bagaimana karakter
Ahok itu.
Lalu mengapa
“congor” Ahok lantang mengecam para wakil rakyat? Dalam kasus itu, nurani Ahok
yang bermain. Sejak awal, nuraninya mengatakan bahwa proyek Rp 12,1 triliun
(yang disisipkan ke APBD) itu memang tidak masuk akal alias akal-akalan menurut
Ahok.
“Yang paling
jelas sajalah, kamu tahu UPS, kan Rp 4,9 miliar. Harga genset paling gede saja
Rp 150 juta. Ini apa-apaan ini? Daripada Rp 12,1 triliun habis buat beli
barang-barang gila begitu, lebih baik saya pertaruhkan posisi saya sebagai
gubernur. Kita lihat saja siapa yang masuk penjara nanti?,” kata Ahok.
Banyak orang
tak habis pikir mengapa Ahok berani berbicara keras kepada siapa pun, termasuk
kepada DPRD yang posisinya sejajar? Mengapa dia rela mempertaruhkan jabatannya
sebagai gubernur, sehingga dalam berbagai kesempatan, dia selalu mengatakan:
“Dicopot jadi gubernur pun saya tidak jadi soal.”
Koran Media
Indonesia yang mewawancarainya beberapa hari yang lalu, dia mengatakan: “Saya tidak
peduli jika DPRD akan memakzulkan saya, sebab bagi saya mendengar suara hati
nurani lebih penting daripada mendengar suara DPRD. Bagi saya jabatan bukan
segala-galanya.”
Dalam
masalah ini, tampaknya Ahok akan terus mempertahankan prinsipnya, bahwa dia
tidak akan berkompromi dengan penyelewengan yang ada disekitarnya. Sikap Teguh
ini sepertinya didasari oleh imannya sebagai pengikut Kristus yang harus berani
menunjukkan kebenaran meskipun berisiko mati sekalipun.
Kita tentu
masih ingat, saat dia diwawancara oleh Najwa Sihab dalam acara Mata Najwa di
Metro TV beberapa waktu lalu, dia mengungkapkan bahwa dia dan keluarganya siap
mati. Iman Kristen menuntunnya untuk berani mengatakan bahwa “mati adalah
sebuah keuntungan”.
Ahok merujuk
pada ayat di Alkitab di Filipi:21:
“Karena
bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan.”
Teladan
Kristus yang akhirnya mati di salib karena menegakkan kebenaran meskipun
sebelumnya menanggung resiko dibenci, dicaci, disiksa dan diadili secara tidak
adil oleh orang-orang yang merasa dirinya paling suci dan bersih (kaum farisi
dan ahli taurat).
Matius 5:37:
“Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan:
tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat.”
Ayat diatas
rupanya sudah menjadi prinsip hidupnya sehingga dia (Ahok) berani lantang
berbicara dan tidak sudi berkompromi untuk hal-hal yang menyimpang.
Melalui
imannya, Ahok lebih takut kepada Tuhan daripada kepada manusia, sehingga ia
tidak mau masuk ke wilayah abu-abu antara “ya” dan “tidak”.
Dilatarbelakangi
iman seperti itulah Ahok siap dan rela tidak menjadi gubernur daripada
berkompromi dengan kenajisan (korupsi mencuri uang rakyat). “Tidak apa-apa saya
dimakzulkan asalkan tidak mencuri uang rakyat. Sebagai gubernur saya harus
mengamankan uang rakyat,” katanya.
“Saya tidak peduli jika DPRD akan memakzulkan saya,
sebab bagi saya mendengar suara hati nurani lebih penting daripada mendengar
suara DPRD. Bagi saya jabatan bukan segala-galanya.”
Kita tidak
tahu bagaimana akhir dari perseteruan ini, siapa yang bakal menang, akan
mencerminkan hukum yang sebenar-benarnya yang ada di negara kita. Saudara pasti
bisa menilai sendiri.
Jika memang
akhirnya nanti Ahok harus kalah (dimakzulkan DPRD lewat hak angket) dan dia
harus melepaskan jabatannya sebagai gubernur, saya yakin Pak Ahok tetap
konsisten dengan imannya dan seperti kata Tuhan Yesus saat disalib: “Ampuni
mereka ya Bapa, sebab mereka tidak tahu apa yang dilakukannya.”
Saya harap
dia mengucapkan dengan tidak marah, dengan lemah lembut, karena penyebab
marah-marahnya sudah tidak menjadi tanggung jawabnya. Saya rasa Pak Ahok telah
lulus ujian iman. Dan saya yakin dia akan dikenang dalam sejarah bangsa
Indonesia.
Mari kita
renungkan saudara, sang teladan telah bersikap dan memberi contoh yang luar
biasa sebagai orang Kristen, sebagai pengikut Kristus sejati, yang telah
selesai dengan dirinya sendiri, yang tidak menaruh sayang dan cinta akan
jabatannya. Rela berkorban demi orang banyak.
Mungkin kita
tidak mempunyai posisi atau jabatan seperti Pak Ahok. Tapi esensi permasalahan
dalam kehidupan sehari-hari kita adalah sama saja. Selalu ada ruang untuk kita
mengamalkan ajaran Kristus dan meneladani sikapNya.
Beranikah
kita mengatakan YA atas sesuai yang benar dan TIDAK atas sesuatu yang salah
tanpa kompromi?
Beranikah
kita kehilangan jabatan kita, harta kita atau kehormatan kita demi mewujudkan
kebenaran?
SUMBER : ArtikelKristen.com
0 comments:
Post a Comment