BAGAIMANA DENGAN DI
INDONESIA?
Dampak
dari serangan 9/11 di AS ternyata menjalar keseluruh dunia, yaitu gerakan
“perang melawan terorisme” salah satu dampakanya pada perubahan drastis pada
sistem pencatatan kependudukan diseluruh dunia termasuk di Indonesia. Pasca
peristiwa 9/11, pada tahun 2004 Indonesia kemudian melakukan konversi sistem
KTP konvensional kepada “KTP Nasional 2004” yang terkomputerisasi sebagai
persiapan masyarakat dengan satu indentitas.
Konversi
ini dilatarbelakangi oleh kelemahan KTP konvensional yang memungkinkan
seseorang dapat memiliki lebih dari satu
KTP. Hal ini disebabkan belum adanya Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang unik
atau khas (Unique Indentification Data/UID) dan dukungan basis data terpadu
(database). Kelemahan KTP konvensional ini memberi peluang bagi orang-orang
yang ingin berbuat curang dengan menggandakan KTP untuk keperluan: Menghindari
pajak; membuat paspor dengan KTP palsu, mengamankan aksi kejahatan dan korupsi,
menyembunyikan identitas (seperti teroris) dan sebagainya. Sehingga Kementrian
Dalam Negeri memutuskan agar semua warga Negara Indonesia yang sudah memiliki
KTP lama, sudah berumur 17 tahun atau sudah menika untuk mendapatkan NIK. NIK
ini unik, dan dicantumkan dalam KTP Nasional 2004 yang nantinya akan dijadikan
dasar penerbitan KTP, paspor, SIM, kartu kesehatan, kartu pendidikan, nomor
pokok wajib pajak, polis asuransi, sertifikat hak atas tanah dan penerbitan
dokumen identitas lainnya Menteri Dalam Negeri memastikan NIK ini siap pada
2011.
Proses
pemberian NIK berjalan sesuai renacana, hingga akhirnya pada tahun 2012
Kementrian Dalam Negeri bisa segera melangkah ke pembuatan electronic ID
(e-ID), yaitu pemuktakhiran KTP Nasional 2004 yang telah memiliki NIK yang unik
kepada sistem e-ID dan smart ID yaitu e-KTP kelebihan e-KTP ini adalah mulai digunakannya pusat data terpadu dalam
menyimpan datanya, yang artinya e-KTP tidak bisa digandakan, sebeb pusat data
akan memastikan pemilik data e-KTP itu unik atau tunggal.
Kelebihan
e-KTP lainnya adalah KTP ini akan dilengkapi dengan sebuah chip yang dapat
merekam data biometrik (berupa data retina mata dan sidik jari) dan
kemampuanmnya dalam multiaplikasi berskala nasional. Itu artinya jika sistemnya
sudah sama, maka fungsi e-KTP bisa diperluas dan diintegrasikan sebagai dokumen-dokumen
identitas lainnya (seperti SIM), sebagai alat pembayaran (seperti ATM), dokumen
perjalanan internasional dan sebagai dokumen voting (kartu Pemilu).
Namun
seperti kita ketahui, proyek e-KTP ini akhirnya tersendat akibat kasus mega
korupsi. Akibat pengurangan dana yang signifikan berdampak terjadinya perbedaan
antara spesifikasi software pembaca yang dibeli Kementrian Dalam Negeri. Jutaan
chip terbengkalai di gudang dan mengakibatkan e-KTP yang kita pegang saat ini
tidak, atau paling tidak belum mengandung chip. Bersambung.! (SEGALANYA MENJDI ONLINEDAN NONTUNAI)
0 comments:
Post a Comment